Beritamu.co.id – Riset harian fixed income BNI Sekuritas menyebutkan, tren penguatan harga Surat Utang Negara (SUN) masih berlanjut pada sesi perdagangan terakhir di pekan lalu.
Berdasarkan data dari PHEI, yield SUN Benchmark 5-tahun (FR0101) turun sebesar 14 basis poin ke level 6,17%, dan yield SUN Benchmark 10-tahun (FR0100) turun 6 basis poin ke level 6,42%.
Data Bloomberg menunjukkan yield curve SUN 10-tahun (GIDN10YR) turun sebesar 11 basis poin ke level 6,44%.
Sedangkan Volume transaksi SBN secara outright tercatat sebesar Rp31,0 triliun kemarin, lebih rendah dari volume transaksi di hari sebelumnya yang tercatat sebesar Rp33,2 triliun.
FR0103 dan FR0101 menjadi dua seri teraktif di pasar sekunder, dengan volume transaksi masing – masing sebesar Rp4,4 triliun dan Rp3,9 triliun.
Sementara itu, volume transaksi obligasi korporasi secara outright tercatat sebesar Rp873,6 miliar.
Sementara itu, Laporan Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan beli neto oleh investor asing sebesar Rp25,60 triliun berdasarkan data transaksi tanggal 17-19 September 2024.
Beli neto tersebut terdiri dari beli neto sebesar Rp19,76 triliun di pasar SBN, beli neto sebesar Rp4,19 triliun di pasar saham, dan beli neto sebesar Rp1,66 triliun di pasar Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Laporan tersebut juga menunjukkan berdasarkan data setelmen year-to-date per 19 September 2024, nonresiden telah mencatatkan beli neto Rp21,39 triliun di pasar SBN, beli neto Rp51,51 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp186,85 triliun di SRBI.
Data Bloomberg menunjukkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS menguat 0,58%, bergerak dari level Rp15.239/US$ di hari Kamis menjadi Rp15.150/US$.
Di sisi lain, pekan lalu, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 17-18 September 2024 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6,00%. BI menilai pemangkasan suku bunga kedepan akan menyesuaikan dengan perubahan pada outlook inflasi, kondisi nilai tukar Rupiah, serta prospek pertumbuhan ekonomi.
Dari pasar global, US Federal Reserve memangkas Federal Funds Rate (FFR) sebesar 50bp pada FOMC Meeting yang dilaksanakan pekan lalu. The Fed telah cukup yakin inflasi akan bergerak secara berkelanjutan menuju target 2% mereka.
Pada Summary of Economic Projection (SEP) yang dirilis bersama FOMC Meeting tersebut, the Fed mengantisipasi laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat namun dengan angka unemployment rate yang lebih tinggi dibandingkan SEP Juni yang lalu.
Indikator global per posisi Jumat menunjukkan sentimen yang cenderung negatif, tercermin dari peningkatan Credit Default Swap (CDS) Indonesia.
CDS 5-tahun Indonesia meningkat sebesar 4bp dari hari sebelumnya menjadi 69bp.
Dari pasar US Treasury (UST), yield curve UST 5-tahun turun tipis sebesar 1bp menjadi 3,48%, dan yield curve UST 10-tahun bertahan di 3,73%.
Secara week-over-week, yield curve UST 10-tahun meningkat sebesar 7bp sementara CDS 5-tahun Indonesia bertahan di level pada akhir minggu sebelumnya.
Rupiah mencatatkan penguatan mingguan yang signifikan sebesar 1,64% terhadap US$.
Dengan kondisi di atas, yield curve SUN 10-tahun (GIDN10YR) mencatatkan penurunan sebesar 14bp menjadi 6,44%, turun tajam dibandingkan penutupan pekan sebelumnya.
Dalam riset Senin (23/9), Head of Fixed Income Research BNI Sekuritas, Amir Dalimunthe mengatakan, bahwa dengan mempertimbangkan kondisi pasar yang didiskusikan di atas, BNI Sekuritas melihat adanya potensi peningkatan demand terhadap instrumen SBN berdenominasi Rupiah.
“Untuk periode 23-27 September 2024, kami memperkirakan yield curve SUN 10-tahun akan berada di kisaran 6,36-6,56%. Berdasarkan valuasi yield curve, kami memperkirakan bahwa obligasi berikut akan menarik bagi para investor: FR0081, FR0037, FR0056, FR0047, FR0085, FR0054, FR0045, FR0050,” sebut analis BNI Sekuritas.
https://pasardana.id/news/2024/9/23/analis-market-2392024-ada-potensi-peningkatan-demand-terhadap-sbn-berdenominasi-rupiah/