Houston (Beritamu.co.id) – Harga minyak tergelincir pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), dengan minyak AS berada di level terendah dalam dua minggu karena prospek permintaan ditekan oleh penguncian Virus Corona di China dan meningkatnya risiko resesi, sementara dolar yang kuat membuat minyak mentah lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate WTI) AS untuk pengiriman Juni merosot 3,33 dolar AS atau 3,2 persen, menjadi menetap di 100,11 dolar AS per barel. Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli jatuh 3,48 dolar AS atau 3,28 persen, menjadi ditutup di 102,46 dolar AS per barel.
Kedua kontrak acuan minyak turun untuk hari kedua berturut-turut dan merosot lebih dari empat dolar AS per barel sebelumnya pada awal sesi perdagangan.
Indeks-indeks utama Wall Street juga berbalik melemah dalam perdagangan yang bergejolak di tengah kekhawatiran atas pengetatan kebijakan moneter yang agresif dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Di awal sesi, komentar dari menteri energi Saudi dan Uni Emirat Arab mendorong harga minyak Brent dan harga minyak WTI naik lebih dari satu dolar AS per barel.
“Ini adalah masa yang bergejolak, harga harian terlalu besar akhir-akhir ini,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC.
“Ketika Uni Eropa terus ragu apakah mereka akan mengembargo minyak Rusia atau tidak, itu mengubah kalkulusnya juga di kedua arah,” tambahnya.
Komisi Uni Eropa telah menunda tindakan atas proposal tersebut. Kebulatan suara diperlukan untuk melarang impor minyak dari Rusia, dan sementara seorang menteri Prancis mengatakan anggota Uni Eropa dapat mencapai kesepakatan minggu ini, Hongaria telah berusaha keras menentang embargo.
Juga, beberapa ekonomi Eropa dapat mengalami kesulitan jika impor minyak Rusia dibatasi lebih lanjut. Jika Rusia membalas dengan menghentikan pasokan gas, ekonomi di negara berkembang Eropa, Asia Tengah dan Afrika Utara mungkin meluncur kembali ke tingkat pra-pandemi, Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (EBRD) memperingatkan.
Selain larangan impor bertahap G7 baru-baru ini terhadap minyak Rusia, Jepang, yang memperoleh 4,0 persen dari impor minyaknya dari Rusia tahun lalu, telah setuju untuk menghentikan pembelian tersebut. Waktu dan metodenya masih belum diputuskan.
“Kombinasi penguncian terkait COVID di China dan kenaikan suku bunga di seluruh dunia untuk memerangi inflasi menempatkan investor ekuitas kurang menguntungkan, memperkuat dolar dan secara signifikan meningkatkan kekhawatiran perlambatan ekonomi,” kata Tamas Varga dari broker PVM Oil Associates.
Dengan penurunan tajam dalam permintaan di China karena penguncian dan diskon barel Rusia di pasar, China menjadi lebih selektif dalam membeli minyak mentah, kata Robert Yawger, Direktur Eksekutif Energi Berjangka di Mizuho.
Presiden Federal Reserve (Fed) Cleveland Loretta Mester mengatakan menaikkan suku bunga AS dengan kenaikan setengah poin “masuk akal” untuk beberapa pertemuan kebijakan bank sentral AS berikutnya, sementara Kepala Bundesbank Joachim Nagel mengatakan Bank Sentral Eropa harus menaikkan suku bunga pada Juli.
Dolar bertahan di dekat level tertinggi dua dekade menjelang pembacaan inflasi yang dapat mengisyaratkan prospek kebijakan Fed.
Di sisi pasokan, Badan Informasi Energi AS memangkas perkiraan produksi minyak mentah AS untuk 2022 dan 2023. Sekarang, mereka memperkirakan produksi pada 2022 menjadi rata-rata 11,9 juta barel per hari (bph) dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya 12 juta barel per hari.
Di Amerika Serikat, persediaan minyak mentah, sulingan dan bensin kemungkinan turun minggu lalu, jajak pendapat awal Reuters untuk data mingguan menunjukkan pada Senin (9/5/2022).
Stok produk minyak mentah dan produk minyak penyulingan Eropa mencapai sekitar 1 miliar barel pada April, turun 10,3 persen pada basis tahun-ke-tahun tetapi hampir pada tingkat yang sama seperti pada Maret, data Euroilstock menunjukkan.
Berita ini sudah di terbitkan oleh di (https://www.antaranews.com/berita/2872257/harga-minyak-jatuh-di-tengah-kekhawatiran-ekonomi-dan-dolar-yang-kuat)