New York (BeritaMu.co.id) – Harga minyak jatuh pada penutupan perdagangan Jumat waktu setempat (Sabtu pagi WIB), setelah laporan pekerjaan AS yang lebih lemah dari perkiraan menunjukkan pemulihan ekonomi belum merata, yang dapat berarti permintaan bahan bakar lebih lambat selama kebangkitan kembali dari pandemi.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November turun 42 sen atau 0,58 persen, menjadi berakhir di 72,61 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober kehilangan 70 sen, menjadi menetap di 69,29 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Untuk minggu ini, patokan minyak mentah AS naik 0,8 persen, sementara Brent naik 1,3 persen, berdasarkan kontrak bulan depan.
Kerugian dibatasi oleh kekhawatiran bahwa pasokan AS akan tetap terbatas setelah Badai Ida, yang memangkas produksi dari Teluk Meksiko AS.
“Harga-harga tergelincir di tengah laporan ketenagakerjaan, yang jelas dipengaruhi oleh varian Delta,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital di New York. “Ini adalah pengecekan nyata bahwa virus corona masih memengaruhi permintaan,” tambahnya, seperti dilansir Reuters.
Data penggajian (payrolls) nonpertanian meleset dari ekspektasi dengan peningkatan 235.000 pekerjaan di tengah melemahnya permintaan untuk jasa-jasa dan kekurangan pekerja terus-menerus karena infeksi COVID-19 melonjak. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan data penggajian nonpertanian akan meningkat 728.000 pekerjaan.
Sementara itu, produksi minyak dan gas di Teluk Meksiko AS sebagian besar tetap terhenti setelah Badai Ida, dengan 1,7 juta barel atau 93 persen dari produksi minyak mentah harian ditangguhkan, menurut regulator lepas pantai Biro Keselamatan dan Penegakan Lingkungan AS.
“Saya memperkirakan produksi akan kembali online dalam minggu depan, versus kilang kembali online selama dua minggu ke depan,” kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho di New York. Keterlambatan dalam memulai kembali operasi kilang dapat menyebabkan kenaikan pasokan minyak mentah dan membebani pasar.
Beberapa analis melihat ruang untuk kenaikan harga lebih lanjut setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, tetap pada rencana untuk menambah 400.000 barel per hari (bph) ke pasar selama beberapa bulan ke depan.
Amerika Serikat menyambut baik langkah tersebut dan berjanji untuk menekan klub pengekspor itu untuk berbuat lebih banyak guna mendukung pemulihan ekonomi dengan melepaskan produksi mereka.