Beritamu.co.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menanggapi terkait bakal jatuh temponya utang pemerintah pada 3 tahun kedepan.
Bendahara Negara yang akrab disapa Ani ini, mengaku tidak ambil pusing. Kata dia, kondisi perekonomian dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terjaga, sehingga menjaga persepsi positif investor terhadap SUN nasional.
Dengan persepsi yang masih positif, investor diyakini tidak akan langsung menarik dananya dari SUN RI. Alih-alih mengambil keuntungannya, investor diyakini kembali melakukan investasi di instrumen SUN.
“Jadi kalau negara ini tetap kredibel, APBN-nya baik, kondisi ekonominya baik, kondisi politiknya stabil, maka revoving itu sudah hampir dipastikan terjadi,” ucap Sri Mulyani dalam Rapat Bersama Komisi XI DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (6/6).
Berdasarkan data Kemenkeu, pada 2024 nilai utang dalam bentuk surat berharga negara (SBN) yang bakal jatuh tempo mencapai Rp 371,8 triliun dan pinjaman Rp 62,49 triliun. Kemudian pada 2025, nilai utang dalam bentuk SBN yang bakal jatuh tempo mencapai Rp 705,5 triliun dan pinjaman sebesar Rp 94,83 triliun.
Kemudian, pada 2026, nilai utang dalam bentuk SBN yang bakal jatuh tempo mencapai Rp 703 triliun dan pinjaman sebesar Rp 100,19 triliun. Terakhir, pada 2027 nilai utang dalam bentuk SBN yang bakal jatuh tempo mencapai Rp 695,5 triliun dan pinjaman sebesar Rp 107,11 triliun.
Dari data Kemenkeu ini, nilai utang pemerintah meningkat signifikan hingga mencapai sekitar Rp 2.837 triliun. Tingginya nilai utang ini bermula dari keputusan pemerintah menarik utang secara signifkan pada 2020, ketika pandemi Covid-19 merebak.
Pada saat itu pemerintah membutuhkan pembiayaan sekitar Rp 1.000 triliun untuk merespons pendapatan negara yang turun signifikan.
Karena itu, pada 2020 pemerintah dan Bank Indonesia sepakat untuk melakukan penerbitan utang dengan skema burden sharing. Lewat skema itu, pemerintah menerbitkan surat utang negara (SUN) dengan tenor maksimal 7 tahun.
Melalui skema burden sharing inilah pemerintah menerbitkan SUN yang dibeli oleh BI. Surat utang itu dapat ditransaksikan di pasar, dengan tingkat imbal hasil atau yield mengikuti pergerakan pasar, namun sebagian yield-nya dibayarkan oleh bank sentral.
“Jadi kalau tahun 2020 (diterbitkan), maksimal jatuh tempo pandemi di 7 tahun, dan ini memang konsentrasi terakhir di (tahun) 5,6,7 sebagian 8.Ini lah yang kemudian menimbulkan persepsi banyak sekali utang numpuk, karena itu adalah biaya pandemi yang mayoritas kita issues surat utangnya berdasarkan agreement,” pungkasnya.
https://pasardana.id/news/2024/6/7/menkeu-tidak-ambil-pusing-meski-utang-jatuh-tempo-pemerintah-meningkat/