Home Bisnis MARKET Pemerhati Lingkungan Minta OJK Coret Sektor Tambang dan Energi Dari Taksonomi Hijau

Pemerhati Lingkungan Minta OJK Coret Sektor Tambang dan Energi Dari Taksonomi Hijau

17
0

Beritamu.co.id– Pemerhati lingkungan menilai  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terlalu cepat memasukan sektor energi dan pertambangan dalam rancangan Taksonomi Berkelanjutan Indonesia (TBI) V.1 2023 sebagai pengkinian dari Taksonomi Hijau Indonesia (THI).

Sehingga OJK diminta memperjelas kedudukan/status THI dan TBI, implementasi THI dan TBI, juga sejauh mana masing-masing dokumen ini mengatur pembiayaan pada sektor yang telah ditentukan.

Direktur Eksekutif TuK INDONESIA,  Linda Rosalina menyampaikan, perbedaan yang secara signifikan dapat dilihat dalam 3 kategori Hijau, Kuning dan Merah pada THI kemudian menjadi 2 kategori Hijau dan Transisi pada TBI. ‘Transisi’ memberi kesan bahwa selain kategori ‘Hijau’ selalu ada intensi perbaikan, padahal kenyataannya tidaklah demikian.

Kajian Tuk Indonesia menunjukkan bahwa implementasi penyelarasan pembiayaan bank dengan taksonomi hijau v1 masih banyak dengan kategori kuning dan merah. Pada TBI ini, terdapat bahaya greenwashing ketika semua yang belum ‘Hijau’ dinyatakan sebagai ‘Transisi’. Kriteria non eligible perlu tetap dimunculkan agar TBI ini menjadi kredibel,” ungkap Linda dalam  keterangan resmi, Jumat(8/12/2023).

Ia mengingatkan Indonesia mengalami  ancaman krisis iklim yang tertinggi di Kawasan Asia Tenggara.

“Jadi logisnya  TBI yang lebih ketat dan lebih ambisius dibandingkan dengan ASEAN Taxonomy,” pint dia.

Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia CERAH,  Agung Budiono menilai TBI masih terlalu longgar dengan menjadikan sumber energi dari bahan bakar fosil seperti Gas dan juga PLTU (captive) yang terintegrasi dengan industri. 

“Meskipun telah dikategorisasi sebagai “Transisi” dari awalnya “Hijau” – namun captive power plant sebenarnya tidak menjadi hal positif, karena menunjukan langkah abu-abu OJK dalam penyusunan TBI. Dalam pengalaman di banyak negara, PLTU sudah dikeluarkan dari dokumen taksonomi,” tuturnya.

Baca Juga :  BBRI Optimis Target Penyaluran KUR Tercapai Melalui Percepatan Graduasi Nasabah Eksisting

Selain itu, menurut Agung, OJK perlu menyusun early coal phase-out framework menjadi bagian dari taksonomi berkelanjutan. Kendati telah disebut dalam tujuan lingkungannya bahwa PLTU yang akan yang masuk early coal phase-out harus memiliki rencana just transition namun perlu didetilkan konsep dan kerangka kerja implementasinya.

Di sisi lain, Koordinator Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER),  Pius Ginting enyoroti masuknya beberapa aktivitas pertambangan dan penggalian, terutama mineral kritis, ke dalam kategori ‘hijau’. Beberapa aktivitas pertambangan dan penggalian yang dapat diberikan kategori ‘hijau’ merupakan beberapa hasil tambang yang dianggap dapat menjadi bahan baku produk ‘hijau’ atau pendukung upaya transisi.

“Aktivitas pertambangan dan penggalian pasir kuarsa dan nikel, misalnya, masih dapat dikategorikan sebagai aktivitas ‘hijau’ jika terbukti mampu menyuplai bahan baku untuk produk hijau. Padahal, secara umum aktivitas pertambangan lingkungan memiliki dampak negatif bagi lingkungan sekitar sehingga menimbulkan kontradiksi dalam pemenuhan EO (Environmental Objectives) yang disebutkan dalam TBI” kata Pius.

Selain itu, ia juga menyinggung aktivitas pertambangan/penggalian yang masih masuk kategori ‘transisi’ walaupun memiliki jejak emisi karbon yang intensif, misalnya pertambangan lignit.

“Aktivitas pertambangan lignit seharusnya bahkan tidak masuk dalam kategori ‘transisi’, lignit adalah jenis atau rank batu bara paling intensif karbon – mencapai 101,2 tCO2/TJ.”  tambahnya

 


https://pasardana.id/news/2023/12/8/pemerhati-lingkungan-minta-ojk-coret-sektor-tambang-dan-energi-dari-taksonomi-hijau/

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here