Beritamu.co.id– Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai belum saatnya melakukan pengkajian penerapan penyelesaian transaksi dalam hitungan satu hari atau settlement T+1, karena penerapan T+2 terbilang baru 5 tahun atau sejak 28 November 2018.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik mengakui bahwa beberapa penyelenggara bursa efek di luar negari saat ini tengah mengkaji penerapan T+1 dari T+2 guna meningkatkan likuiditas perdagangan.
“Kami memang mendengar berapa bursa global memang sedang mengkaji penerapan T+1. Tapi BEI menerapan T+2 belum terlalu lama,” kata dia kepada media, Senin(18/9/2023).
Ia menambahkan, penerapan T+1 membutuhkan kesiapan infrastruktur SRO( Self Regulatory Organization) bursa dan anggota bursa.
“Jadi itu yang kita lihat bahwa saat ini belum. Mungkin nanti kita lihat kebutuhan penerapan T+1 itu seberapa besar,” kata dia.
Jeffrey tidak menapik bahwa berapa anggota bursa memiliki fasilitas penarikan dana hasil transaksi efek sebelum hari penyelesaian transaksi.
“Tapi fasilitas itu hanya di berapa AB saja, Kita ingin semua sudah siap,” imbuh dia.
Sebagai gambaran pengaruh penerapan T+2 dari T+3 dapat mengacu data RNTH (Rata-Rata Nilai Transaksi Harian) bursa pada tahun 2015 sebesar Rp5,7 triliun, tahun 2016 senilai Rp7,5 triliun, tahun 2017 sebesar Rp7,6 triliun, tahun 20218 senilai Rp8,5 triliun.
Setelah penerapan T+2 nilai transaksi tahun 2019 sebesar Rp9,18 triliun, tahun 2020 sebesar Rp9,8 triliun, tahun 2021 Rp13,4 triliun dan tahun 2022 mencapai Rp14,7 triliun.
Namun sepanjang tahun 2023 atau hingga hari ini, RNTH bursa kembali turun menjadi Rp10,452 triliun.
https://pasardana.id/news/2023/9/18/bursa-luar-negeri-kaji-terapkan-tplus1-bei-belum-saatnya/