Home Bisnis MARKET Jangan Salah Paham! Ini Bedanya Nilai Nominal dan Harga Saham

Jangan Salah Paham! Ini Bedanya Nilai Nominal dan Harga Saham

19
0

Beritamu.co.id – Publik pasar modal Indonesia kembali ramai membahas soal harga saham emiten dan nilai nominal saham yang dipatok sangat kecil antara Rp 1-10 per saham saat penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) yang disalah-artikan sebagai harga riil dari perusahaan tersebut.

Beberapa emiten tercatat menetapkan nilai nominal kecil saat IPO, di antaranya; PT Goto Gojek Tokopedia Tbk. (IDX: GOTO) Rp 1 per saham, PT WIR Asia Tbk. (IDX: WIRG) Rp 5, dan PT Multi Bintang Indonesia Tbk (IDX: MLBI) Rp 10.

Bahasan ini sempat ramai di awal tahun 2022 kemudian kembali digulirkan lagi di Desember ini oleh para netizen di media sosial.

Emiten consumer goods yang sudah lama IPO, yakni PT Unilever Indonesia Tbk (IDX: UNVR) juga menetapkan nilai nominal Rp 2 per saham, begitu juga emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni PT Bank Central Asia Tbk (IDX: BBCA) yang nilai nominalnya juga rendah Rp 12,50.

Dengan demikian, antara nilai nominal dan harga saham terdapat selisih yang cukup besar.

Per 2 Desember, selisih harga saham GOTO dan nilai nominal 132 kali (harga saham Rp132; nilai nominal Rp2), MLBI 919 kali (Rp9.200; Rp 10), BBCA 711 kali (Rp8.900: Rp 12,5), UNVR 2.354 kali (Rp4.710: Rp 2), dan WIRG 35 kali (Rp179: Rp 5).

Sekilas, nilai nominal memiliki makna yang sama dengan harga saham.

Akan tetapi, mengacu sejumlah literatur pasar modal, nilai nominal dan harga saham sangat berbeda.

Investopedia menjelaskan, bahwa nilai nominal adalah nilai arbitrer (perkiraan) yang diberikan untuk tujuan neraca saat perusahaan menerbitkan modal saham.

Sederhananya, nilai nominal adalah nilai yang tertera di lembaran surat saham yang besarnya ditentukan dalam anggaran dasar.

Di luar negeri, biasanya bernilai terendah US$ 1 per saham.

Nilai nominal ini juga berguna untuk menentukan harga saham dalam IPO.

Contoh, sebuah perusahaan memperoleh otorisasi untuk mengumpulkan dana US$ 5 juta dan nilai nominal sahamnya US$ 1 per saham, maka perusahaan itu bisa menerbitkan dan menjual hingga 5 juta saham.

Jadi, nilai nominal merupakan nilai yang dinyatakan per lembar saham dari perusahan sesuai dengan akta perusahaan.

Nilai nominal bisa berbeda dengan harga saham (nilai pasar) karena harga saham dinilai dari kinerja perusahaan itu pada periode tertentu.

Menyikapi wacana diatas, pengamat pasar modal, Fendi Susiyanto menegaskan, banyak terjadi persepsi yang salah terkait dengan modal disetor yang dijadikan sebagai acuan investor dalam melakukan pembelian atau akuisisi suatu perusahaan.

Baca Juga :  NELY Raih Laba Rp177 Miliar Pada Akhir September 2023

“Membaca nilai nominal saham itu bukan harga beli, harus diedukasi pemahaman ini karena banyak yang menyesatkan. Kalau harga beli (saham) itu adalah harga pasar, harga deal. Memahami modal perusahaan harus menyeluruh, jangan sepotong-sepotong,” jelas Fendi, seperti dilansir dalam siaran pers, Senin (05/12).

Adapun akuntan publik dan CEO firma akuntansi SW Indonesia, Michell Suharli menjelaskan, bahwa perbedaan nilai nominal dan harga saham, di mana selisih antara nilai nominal dan harga saham itulah nantinya masuk sebagai agio saham sebagai tambahan modal disetor.

Umumnya, perusahaan perorangan di notaris menetapkan nilai nominal Rp 1 juta per saham dengan jumlah saham tertentu.

Tapi, saat harga saham ditetapkan dan dijual di pasar lewat IPO, misalnya Rp 300 per saham, maka dengan nilai nominal Rp 1 juta per lembar, itu menjadi tidak likuid karena terlalu mahal, sehingga nilai nominal perlu dipecah (stock split) guna memudahkan investor berpartisipasi dengan harga terjangkau.

“Jadi tidak mengurangi total saham tapi per lembarnya saja berubah. Makanya kita lihat saham-saham publik itu nominal sahamnya rendah, supaya likuid sahamnya, volume transaksi banyak, investor happy, dan bursa efek bergairah,” katanya.

Literatur keuangan lain juga menjelaskan detail terkait dengan nilai nominal ini. Contoh, perusahaan A menerbitkan 1 juta lembar saham dengan nilai nominal Rp 10 per saham (Rp 10 x 1 juta lembar = Rp 10 juta).

Kemudian saat IPO, investor menawar saham Rp 1.000-Rp 3.000, di atas nilai nominal.

Lalu saham A disepakati dijual di harga Rp 1.000 per saham sehingga perusahaan meraup dana Rp 1 miliar (Rp 1.000 x 1 juta lembar saham).

Dengan demikian, perhitungan total nilai agio saham ialah Rp 1 miliar – Rp 10 juta yakni Rp 990 juta.

Jadi, dalam neraca perusahaan akan tertulis Rp 10 juta sebagai modal disetor, dan Rp 990 juta sebagai tambahan modal disetor atau agio saham.

Di sisi lain, BEI tidak mengatur berapa nilai nominal saham perusahaan yang akan IPO tapi sesuai dengan Peraturan Bursa Nomor I-A yang diterbitkan tanggal 21 Desember 2021, Bursa hanya mengatur harga saham minimal saat pencatatan perdana, yang disesuaikan dengan papan perdagangannya.

“Sebagian perusahaan menggunakan nilai nominal yang relatif rendah dengan pertimbangan harga saham ditawarkan pada saat IPO menjadi terjangkau bagi investor retail. Dengan adanya harga yang terjangkau itu, diharapkan investor retail dapat turut berpartisipasi dalam pelaksanaan IPO saham perseroan,” kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna kepada awak media, baru-baru ini.

 


https://pasardana.id/news/2022/12/5/jangan-salah-paham-ini-bedanya-nilai-nominal-dan-harga-saham/

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here