Home Bisnis MARKET Efisiensi vs Pemotongan Anggaran

Efisiensi vs Pemotongan Anggaran

0
0

Pada tataran kebijakan maupun implementasinya, kata efisiensi tidak lepas dari kata efektivitas. Efektivitas mengacu pada tercapainya tujuan dari kebijakan dan pelaksanaannya. Bila anggaran ditekan rendah namun mengakibatkan tujuan tidak tercapai, maka itu bukan efisiensi melainkan pemborosan.

Beritamu.co.id – Saat ini, pemerintah Indonesia melakukan pemotongan anggaran yang dihaluskan dengan istilah efisiensi, baik pada Kementerian/Lembaga maupun daerah.

Hasil pemotongan tersebut dialokasikan pada program/kegiatan tertentu yang dianggap “prioritas.”

Kebijakan ini bagi kebanyakan pemerintah daerah dirasakan sangat memberatkan, sebab sebagian besar pendapatan daerah berasal dari transfer Pemerintah Pusat.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan pemerintah kota/kabupaten di Indonesia rata-rata hanya berkisar 4-10%.

Terkait dengan rendahnya PAD, pemerintah daerah sering disalahkan karena tidak kreatif dalam meningkatkan PAD.

Kritik ini sebagian benar, namun sebagian besar keliru.

Beberapa faktor yang menyebabkan banyak pemerintah kabupaten/kota sulit meningkatkan PAD, di antaranya:

(1) Pajak daerah yang komponennya bersifat “closed list” atau tidak dapat ditambah dengan jenis pajak lain, lebih menguntungkan kota/kabupaten besar, terutama berkaitan dengan pajak restoran, pajak hotel, opsen pajak untuk kendaraan bermotor, dan Pajak Bumi Bangunan (PBB-P2) karena dasar pajak (tax base) mereka besar, sementara daerah lain tax base-nya sangat kecil; dan

(2) Dasar retribusi (charge base) daerah juga menunjukkan ketimpangan yang tajam antara dua kelompok daerah tersebut. Penyebabnya adalah ketimpangan dalam aktivitas ekonomi.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) telah menghilangkan beberapa jenis retribusi daerah dengan alasan pelayanan.

Usulan yang sering mengemuka untuk mengatasi masalah PAD adalah kerjasama dengan pihak swasta untuk mengurangi beban pemerintah.

Ini tidak seindah yang diucapkan.

Swasta yang ada di kabupaten/kota kecil sebagian besar berupa usaha mikro dan kecil serta segelintir usaha menengah dan menengah besar.

Jangankan diharapkan membantu meringankan beban pemerintah daerah, justru pemerintah daerah harus menggelontorkan anggaran sebagai insentif bagi mereka.

Usulan lain adalah menarik investasi ke daerah.

Ini juga memiliki tantangan tersendiri karena banyak daerah menghadapi kendala infrastruktur terutama listrik dan telekomunikasi dimana penyediaan keduanya berada di luar kendali pemerintah daerah.

Belum lagi banyak kewenangan investasi saat ini telah beralih ke pemerintah pusat.

Masalah PAD, sulitnya kerjasama swasta, dan minimnya kewenangan dalam investasi membuat pemerintah daerah terjepit antara harapan besar berbagai pihak dengan realitas yang ada.

Baca Juga :  IHSG Sesi I Menguat 0,59 Persen ke Level 7.293

Terkait dengan pengurangan dana transfer dari pusat, banyak pemerintah daerah telah mengurangi banyak kegiatan di daerah untuk menyesuaikan ketersediaan dana.

Sementara itu, Pemerintah Pusat mewajibkan daerah menetapkan target semua indikator pembangunan dan mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi.

Ini bisa dianologikan dengan “memberi kacang dengan harapan mendapat gorilla.”

Pengurangan kegiatan pemerintah daerah sangat berpengaruh terhadap ekonomi tiap daerah sebab kontribusi langsung belanja pemerintah terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) rata-rata berkisar 8-12%.

Ini belum ditambah dengan multiplier effect dari belanja tersebut untuk perekonomian daerah.

Bila itu ditambahkan, maka bisa berada di atas 30% pada sebagian besar daerah.

Dengan demikian, jika belanja pemerintah daerah berkurang, maka dapat dipastikan roda perekonomian di daerah akan terganggu.

Menyikapi kondisi yang dapat menghambat pencapaian target pertumbuhan ekonomi, pemerintah pusat perlu melakukan beberapa langkah:

-Mengelompokkan kabupaten/kota berdasarkan kemampuan PAD untuk mengatur besaran pemotongan transfer ke tiap daerah, tidak asal potong.

-Pembuat kebijakan di pusat perlu turun dan menghabiskan cukup waktu di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) serta daerah kepulauan dan yang jauh dari ibukota provinsi agar mereka memahami ke-Indonesia-an secara komprehensif sehingga dapat membuat kebijakan yang membumi bagi daerah, tidak sekedar Jakarta atau Jawa Sentris.

-Program prioritas yang menkonsumsi anggaran besar perlu dikaji kembali cara pencapaiannya agar jauh lebih efisien tanpa mengurangi esensi tujuannya. Sebagai contoh: Program Makan Bergizi Gratis (MBG) seharusnya dapat dilaksanakan dengan cara yang jauh lebih efisien yaitu dengan menambah bantuan kepada penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan mewajibkan mereka menyediakan makan siang bergizi bagi anak-anak mereka dengan pengawasan sekolah dan dengan sanksi pencabutan hak PKH secara menyeluruh apabila ini tidak dilakukan. Cara ini juga dapat meminimalkan bahkan meniadakan persoalan yang muncul dari penerapan program tersebut saat ini.

Akhirnya, dengan pemahaman persoalan yang dihadapi pemerintah saat ini dan pemilihan kebijakan dan langkah yang tepat, diharapkan dapat mencapai target yang ditetapkan (efektif) dengan cara yang efisien.

Penulis: DR. Agus Tony Poputra, SE.,MM.,MA.,Ak – Staf Pengajar FEB Universitas Sam Ratulangi


https://pasardana.id/news/2025/8/10/efisiensi-vs-pemotongan-anggaran/

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here