
Beritamu.co.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa penerimaan pajak hingga akhir Februari 2025 alami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.
“Penerimaan perpajakan Rp 240,4 triliun atau 9,7 persen dari target tahun ini, terdiri dari penerimaan pajak Rp 187,8 triliun atau 8,4 persen dari target. Sementara kepabeanan dan cukai Rp 52,6 triliun ini adalah 17,5 persen dari target,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita edisi Februari 2025 di Jakarta, Kamis (13/3).
Untuk diketahui hingga Februari 2025, penerimaan pajak turun sebesar 30,19 persen menjadi Rp 187,8 triliun atau hanya mencapai 8,6 persen dari target.
Bahkan, penerimaan pajak per Januari saja tercatat hanya sebesar Rp 88,89. Angka ini turun dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak pada Januari 2024 yang sebesar Rp 149,25 triliun.
Sementara itu, penurunan penerimaan pajak itu seiring dengan realisasi pendapatan negara turun 20,85 persen menjadi Rp 316,9 triliun dari tahun lalu yang sebesar Rp 400,36 triliun.
Diketahui, pendapatan negara terdiri dari penerimaan perpajakan yang meliputi penerimaan pajak serta penerimaan kepabeanan dan cukai. Namun pada periode ini realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mengalami kenaikan.
Sedangkan untuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP) realisasinya sebesar Rp 76,4 triliun atau naik 14,48 persen dibandingkan realisasi tahun lalu yang sebesar Rp 66,74 triliun.
Atas hal itu, Menkeu meminta awak media untuk tidak mendramatisir penerimaan pajak yang anjlok ini. Menurut Menkeu, penurunan yang terlalu didramatisir tidak baik karena memicu suatu ketakutan dan akan berdampak tidak baik pula bagi perekonomian.
“Jadi, saya mohon teman-teman tidak mendramatisir untuk menciptakan suatu ketakutan. Kayaknya itu memang laku, tetapi tidak bagus untuk kita semua,” ujar Menkeu.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa penurunan penerimaan pajak di awal tahun adalah hal yang normal. Apalagi ia mengklaim, hal itu pun telah terjadi dalam 4 tahun terakhir.
Menurutnya, penerimaan pajak akan meningkat pada bulan Desember sebagai efek Nataru dan akhir tahun anggaran. Namun kemudian menurun pada bulan Januari dan Februari.
“Jadi kalau kita lihat dalam 4 tahun terakhir dari 2022-2024 polanya sama, Desember naik tinggi karena efek Nataru dan akhir tahun, dan kemudian menurun di bulan Januari dan Februari, dan itu sama setiap tahun sehingga tidak ada hal yang anomali. Sifatnya normal saja,” terangnya.
Dia juga menjelaskan, turunnya penerimaan pajak ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, sejak awal tahun komoditas utama seperti batu bara yang anjlok 11,8 persen, minyak Brent turun 5,2 persen, dan nikel turun 5,9 persen.
Kedua, kebijakan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) pada skema penghitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 membuat penerimaan pajak turun. Kebijakan ini mengakibatkan lebih bayar sebesar Rp 16,5 triliun pada 2024 dan lebih bayar ini diklaim kembali pada Januari dan Februari 2025.
Ketiga, kebijakan relaksasi pembayaran Pajak Pertamabahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) Januari yang bisa disetorkan hingga 10 Maret 2025.
“Jadi itu menjelaskan pola Februari 2025 agak berbeda dengan sebelumnya. Bahkan kalau anda lihat dan kalau kita coba hubungkan penerimaan pajak ini dengan PMI Manufaktur dan juga kita lihat data ekonomi terkait penjualan otomatis tumbuh positif. Jadi ini mirroring pertumbuhan pajak dengan kondisi ekonomi,” jelas Anggito.
https://pasardana.id/news/2025/3/14/penerimaan-pajak-turun-menkeu-minta-jangan-terlalu-didramatisir/