Beritamu.co.id – Pemerintah bersama PT PLN (Persero) tengah menyusun Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Tahun 2025-2035 dengan menargetkan sedikitnya 60% merupakan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) dari total pembangkit listrik di Indonesia.
“Saya mulai diperintahkan oleh Presiden Jokowi sama Pak Prabowo untuk mendetailkan, kita konversi RUPTL 2025-2035, 10 tahun kan, RUPTL itu minimum saya katakan 60% itu harus energi baru terbarukan,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia
Ia menjelaskan, untuk meningkatkan porsi pembangkit berbasis EBT dalam RUPTL, pemerintah tengah mengkaji secara komprehensif skema yang akan digunakan dengan tidak merugikan PT. PLN (Persero), pengusaha Independent Power Producer (IPP), maupun tidak memberatkan negara jika akan memberikan subsidi.
Pasalnya, biaya capital expenditure (capex) pembangunan pembangkit berbasis EBT sangat mahal. Setiap 1 MW listrik yang dihasilkan pembangkit EBT dibutuhkan investasi mencapai USD6 juta, 6 kali lipat lebih jika dibandingkan pembangkit berbasis batubara yang nilai investasinya tak sampai USD1 juta per 1 MW.
Bahlil mengatakan, untuk mengambil jalan tengah dari permasalahan tersebut, pemerintah sedang meriset opsi yang sudah didiskusikan bersama antara pemerintah, PLN, dan pelaku usaha, dengan memberikan kontrak IPP bekerja sama dengan PLN selama 30 tahun, dengan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) yang akan diturunkan bertahap setiap 10 tahun.
“Kita tarik break even point-nya (IPP) itu 8 sampai 10 tahun. Setelah harganya tinggi, langsung turun perlahan-lahan. Jadi 10 tahun pertama, supaya ada perbankan yang membiayai pengusahanya hingga break even point, habis itu terus diturunkan, dan kontraknya 30 tahun. Jadi 10 tahun dia berusaha untuk mengembalikan modalnya 20 tahun dia menikmati hasilnya. Dan Alhamdulillah metode ini dapat diterima baik oleh pemerintah, PLN dan pengusaha. Dan konsep ini saya pikir win-win solution,” ujarnya.
Bahlil memberikan contoh skema penurunan harga BPP secara bertahap dalam setiap 10 tahun pada pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), sehingga ke depannya tidak akan memberatkan beban subsidi negara dan PLN sebagai penyedia jaringan listrik nasional.
“Kalau tidak salah PLN itu menerima itu dalam peraturan kemarin saya sudah tanda tangani untuk 10 tahun pertama sekitar 9,5 sen untuk geotermal. Nanti bertahap 10 tahun, habis itu turun menjadi 7 sampai 7,3 sen. Habis itu diturunkan lagi. Supaya apa? PLN bisa dapat untung dan negara tidak diberikan beban,” pungkasnya
https://pasardana.id/article/2024/9/26/bahlil-ungkap-konsep-win-win-solution-skema-pembiayaan-pembangkit-ebt/