Selamat datang Ren Media di Situs Kami!
Jakarta – Cerita Mereka yang Pernah Di-bully, Jadi Insecure hingga Tak Enak Makan
Bullying akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat setelah anak seorang jurnalis terlibat dalam insiden bullying di sebuah sekolah di Serpong, Tangsel. Kejahatan ini dilakukan oleh sekelompok pemuda yang dikenal dengan sebutan “Geng Tai” atau GT.
Penindasan dapat menyasar kelompok mana pun dari latar belakang berbeda. Hal ini dapat digunakan dengan berbagai cara, secara verbal atau non-verbal, yang menyerang kesehatan fisik dan mental seseorang dalam jangka panjang.
Bullying dapat memberikan dampak negatif bagi korbannya, seperti masalah psikologis, kurang tidur, kecemasan sosial, menarik diri dari lingkungan bahkan suka menyakiti diri sendiri.
Seperti halnya Kallan (23), salah satu teman tuna rungu di Jakarta Selatan, ia mengaku pernah di-bully semasa SMA, kebanyakan dengan ejekan dan hinaan, dan dilanjutkan ke perguruan tinggi. Perundungan tersebut membuatnya takut untuk ngobrol bahkan berteman dengan orang baru karena perundungan tersebut.
“Yang saya rasakan setelah dianiaya dengan cara berbicara adalah salah satu dari mereka tidak berani untuk mulai berbicara dengan teman-teman disekitarnya. Saya khawatir saya akan dianiaya dengan berbicara. Saya masih takut untuk menambah pertemanan. .datang langsung ke saya,” ujarnya kepada detikcom, Rabu (21/2/2023).
Kisah serupa juga dialami Naya (20), mahasiswi IPA salah satu universitas negeri di Jakarta, yang juga mendapat pelecehan verbal. Semasa duduk di bangku SMA, ia kerap mendapat komentar negatif tentang tubuhnya.
“Iya itu yang dia bilang, yang menurutku aku kurang percaya diri, aku mudah cemas. Aku mudah khawatir dengan penampilanku, dan aku langsung sedikit takut. Itu karena aku’ Aku takut dikritik lagi.” dia berkata.
Hadid (20), seorang pekerja di Jakarta Selatan, kerap mendapat pelecehan dari orang-orang di sekitarnya bahkan keluarganya saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Akibat kejahatan tersebut, ia kerap merasa bersalah saat makan dan tidak bisa menikmati makan.
“Dulu, setiap makan, saya muntah lagi karena saya pikir makan akan menambah BB (berat badan) saya.”
“Terima kasih, sekarang aku bisa lebih menerima diriku sendiri dan meski aku masih belum bahagia dengan diriku sendiri, aku tidak berkata apa-apa lagi,” lanjutnya.
Menurutnya, kritik yang diterimanya menjadikan dirinya sebagai sosok yang berhati-hati. Bullying bukanlah suatu hal yang baik, malah dapat berdampak dan merusak kehidupan orang lain. Oleh karena itu, ia harus lebih berhati-hati terhadap perkataannya dan perilaku orang-orang di sekitarnya.
Nasywa (21), seorang pekerja magang di Jakarta Selatan, juga pernah mengalami perundungan saat duduk di bangku sekolah dasar. Dia dianiaya secara fisik oleh teman-temannya karena dia tidak termasuk dalam kelompok teman yang sama.
Diperlakukan buruk oleh teman sebaya di lingkungan sekolah bukanlah pengalaman yang menyenangkan. Sebagai korban, dia memilih untuk tidak menyerah saat itu. Ketika dia merasa menyakiti orang lain, dia berani melawan.
“Sekarang saya lebih berani. Alhamdulillah dia tidak melukai dirinya sendiri, tapi kalau ada yang berbuat kepada saya, saya tidak akan tutup mulut,” ujarnya.
Fahmi (20), siswi Sekolah Politeknik Negeri Jakarta, juga menjadi korban kekerasan fisik yang dilakukan orang dewasa saat duduk di bangku SMA. Cerita Mereka yang Pernah Di-bully, Jadi Insecure hingga Tak Enak Makan
“Efeknya tidak penting kan? Karena sekarang saya bisa melakukan protes ini, melawan terorisme,” ujarnya.
Selanjutnya: Ciri-ciri Bullying
(naik naik)
Sumber : https://renmedia.co.id/cerita-mereka-yang-pernah-di-bully-jadi-insecure-hingga-tak-enak-makan/