Beritamu.co.id – Perusahaan yang bergerak di media free to air yang ada saat ini tengah menjadi target untuk dapat melakukan merger dan akuisisi.
Pasalnya, margin FTA di Tanah Air makin kecil dan kerugian yang sangat membesar.
Berdasarkan data, merger dan akuisisi di dunia media bukanlah hal yang baru dan sebetulnya sudah berlangsung sejak tahun 1989, dimana ketika itu, Sony Corp mengakuisi Columbia Pictures senilai US$ 3,4 miliar.
Di Indonesia, kita dapat melihat ketika PT Surya Citra Media Tbk (IDX: SCMA) mengakuisisi banyak perusahaan media.
Sedangkan PT Media Nusantara Citra Tbk (IDX: MNCN) juga berhasil mengakuisisi beberapa TV yang telah free to air.
Terbaru, emiten milik Manoj Punjabi PT MD Pictures Tbk (IDX: FILM) berencana untuk dapat melepas sekitar 20% saham melalui penerbitan saham baru alias right issue.
Kabarnya, perseroan mengincar US$ 300 juta atau setara dengan Rp4,5 triliun selama dua tahun ke depan.
Tidak hanya itu, emiten yang bergerak di industri hiburan dan film yang didukung Tencent ini, juga tengah mencari pendanaan US$ 150 juta dalam enam bulan ke depan.
Pendanaan itu dicari melalui aksi right issue dan utang.
Di sisi lain, MD Pictures juga berencana untuk masuk ke dalam distribusi film dan meluncurkan platform kontennya sendiri.
Hal tersebut sedang dalam pembicaraan untuk mengakuisisi perusahaan lain untuk hal yang sama.
Sehingga, ada kabar yang mengira jika akuisisi akan dilakukan terhadap PT Net Visi Media Tbk (IDX: NETV).
Manajemen FILM sendiri tidak membantah ataupun membenarkan kabar tersebut.
Sementara itu, hingga saat ini, Perseroan juga telah menjalin kemitraan dengan berbagai platform digital, seperti; Disney+ Hotstar, WeTV, Iflix, Viu, Netflix, Vidio dan MAXstream Telkomsel untuk mendistribusikan film.
Pada tahun 2021, MD Pictures menjual sekitar 15% saham ke Tencent dengan harga sekitar US$ 50 juta yang menempatkan perusahaan tersebut di peta global. Adapun saat ini, keluarga Punjabi memiliki 72% saham dan publik 13%.
Terkait kinerja keuangan, MD Pictures mencatat laba bersih yang menanjak secara signifikan, yakni hingga 418% dari periode sebelumnya atau nyaris mencapai Rp160 miliar pada 2022.
Peningkatan laba didukung lonjakan penjualan pada 2022 yang mencapai Rp439,9 miliar.
Sebagai perbandingan, laba bersih sebelumnya mencapai sebesar Rp33,7 miliar pada 2021.
Sementara pada 2020, laba bersih perusahaan tersebut ambrol hingga minus hampir Rp57 miliar.
Pada masa ini, Covid-19 mewabah kencang sehingga seluruh aktivitas masyarakat dibatasi secara ketat, termasuk menonton di bioskop.
Sementara sepanjang tiga bulan pertama di 2023, MD Pictures mencatat penjualan digital meroket sebesar 440,5% menjadi Rp32,7 miliar dari Rp6 miliar di kuartal pertama 2022 dan berkontribusi sebesar 60,8% dalam pos penjualan.
Perseroan juga mencatat penjualan Rp61,2 miliar, turun tipis 1,6% ketimbang periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 62,15 miliar.
Sedangkan laba bersih MD Pictures merosot 73% ke Rp2,9 miliar dari kuartal pertama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp10,6 miliar.
Di sisi lain, berdasarkan data perdagangan Bursa Efek Indonesia, saham NETV melonjak hingga 9,93% di penghujung perdagangan ke posisi Rp 155/saham. Adapun nilai transaksinya mencapai Rp1,26 miliar dan volume perdagangan mencapai 8,32 juta saham.
Sehingga pada penutupan Kamis (03/8), NETV tersebut mengalami auto reject atas (ARA).
Pertanyaannya, akankah FILM jadi mengakuisi NETV seperti diisukan sejumlah kalangan? Selama belum ada pernyataan dari manajemen kedua pihak, opini dan sentimen pasar makin bergerak liar yang berdampak kepergerakan saham keduanya.
Lantas siapa yang diuntungkan dari kondisi ini?
Mungkin rumput dan ilalang yang bergoyang yang bisa menjawabnya.
https://pasardana.id/news/2023/8/4/film-bergerak-bullish-hingga-level-4000-netv-jadi-diakuisi/