Hanya saja, Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Ogi Prastomiyono tidak membocorkan nama-nama dari perusahaan pinjol yang dimaksud. Tapi dia menyebut OJK telah meminta action plan pemenuhan ekuitas minimum kepada fintech P2P lending yang belum memenuhi ketentuan tersebut dan dilakukan monitoring secara berkelanjutan.
“Bagi penyelenggara fintech P2P lending yang tidak dapat memenuhi ketentuan ekuitas minimum sampai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan pada POJK Nomor 10/POJK.05/2022, akan dilakukan langkah pengawasan sesuai ketentuan,” kata dia dalam konferensi pers, Selasa (4/7).
Sementara itu, terkait pemenuhan ekuitas untuk perusahaan pembiayaan, masih ada 8 multifinance yang belum memenuhi. Sudah ada supervisory action, dan melakukan enforcement bagi perusahaan yang belum memenuhi ekuitas perusahaan minimum.
OJK menaikkan modal awal disetor perusahaan pinjol dari Rp1 miliar menjadi Rp2,5 miliar. Hal itu tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK LPBBTI/ fintech P2P lending).
Beleid tersebut merupakan penyempurnaan dari POJK 77/2016 dalam rangka mengakomodasi perkembangan industri yang cepat dan lebih kontributif serta memberikan pengaturan yang optimal pada perlindungan konsumen.
Ketentuan baru juga mewajibkan perusahaan pinjol berbentuk perseroan terbatas. Selain itu, perusahaan pinjol juga wajib setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp12,5 miliar.
Namun, bila pengusaha pinjol tidak dapat memenuhi ketentuan ekuitas minimum sampai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan, maka OJK akan mengenakan sanksi administratif hingga pemberhentian operasi.
Adapun pencabutan izin usaha merupakan sanksi tahap akhir. Ia berusaha menenangkan nasabah, pasalnya, OJK juga mempertimbangkan kepentingan konsumen agar tidak timbul kerugian, termasuk kehilangan dana yang masih tersisa di pinjol tersebut.
https://pasardana.id/news/2023/7/5/ojk-sebut-ada-33-perusahaan-pinjol-masih-kurang-modal/