Roma (ANTARA) – Para pemimpin kelompok ekonomi utama dunia G20 duduk bersama di pertemuan hari kedua, Minggu, dan berupaya menjembatani berbagai perbedaan pandangan menyangkut penanganan pemanasan global.
KTT G20 tersebut diadakan di Roma, Italia, secara tatap muka –untuk pertama kalinya sejak pandemi COVID-19 mulai melanda.
Pada KTT hari pertama, pembicaraan yang dilakukan para pemimpin dipusatkan pada topik kesehatan dan ekonomi.
Iklim dan lingkungan menjadi topik utama pembahasan pertemuan hari kedua, Minggu.
Pemanasan global menjadi topik pembahasan menjelang konferensi tingkat tinggi (KTT) yang akan diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) soal perubahan iklim.
Kelompok G20, yang antara lain mencakup Brazil, China, India, Jerman dan Amerika Serikat, membuang sekitar 80 persen gas rumah kaca secara global.
Para ilmuwan memperingatkan persentase itu harus diturunkan secara tajam untuk menghindari bencana iklim.
Karena itu, pertemuan puncak yang berlangsung akhir pekan ini dianggap sebagai batu loncatan penting menuju KTT iklim PBB “COP26” yang diikuti hampir 200 negara.
COP26 akan berlangsung di Glasgow, Skotlandia, dan dihadiri oleh hampir 200 negara. Sebagian besar para pemimpin G20 yang hadir pada pertemuan Roma akan langsung terbang ke Glasgow untuk mengikuti KTT tersebut.
Versi kelima rancangan pernyataan akhir G20, yang dilihat Reuters pada Sabtu (30/10), tidak memuat pernyataan yang lebih keras soal aksi iklim.
Selain itu dalam beberapa bidang utama, pernyataan justru tampak melunak, seperti soal kepentingan untuk mencapai emisi nol bersih pada 2050.
Target abad pertengahan itu merupakan tujuan yang dikatakan para pakar PBB perlu dicapai untuk membatasi pemanasan global pada 1,5 derajat Celcius.
Batas tersebut dianggap bisa menghindarkan peristiwa-peristiwa ekstrem, seperti kekeringan, badai, dan banjir, terjadi terlalu cepat.
Para pakar PBB mengatakan bahwa walaupun rencana-rencana nasional untuk memangkas pembuangan gas rumah kaca sedang diterapkan secara penuh, dunia sedang menuju pemanasan global 2,7 derajat Celcius.
Beberapa negara berkembang enggan berkomitmen untuk mengurangi emisi secara tajam. Mereka menunggu negara-negara kaya memenuhi janji yang dibuat 12 tahun lalu.
Menurut perjanjian, negara-negara kaya akan menyediakan dana 100 miliar dolar AS (sekitar Rp1,4 kuadriliun) per tahun mulai 2020 untuk membantu mereka mengatasi dampak pemanasan global.
Sumber: Reuters