Pasardana.id – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (IDX: GIAA) mendapatkan keringanan berbentuk kelonggaran pelunasan utang kepada PT Pertamina (Persero).
Hal ini terjadi setelah Pertamina menyetujui perpanjangan waktu pembayaran utang perseroan selama tiga tahun.
“Langkah restrukturisasi tersebut, yang saat ini terus kami perkuat melalui sinergitas BUMN. Salah satunya bersama Pertamina. Akhir 2020 lalu, kami berhasil memperoleh kesepakatan perpanjangan waktu pembayaran kewajiban usaha selama tiga tahun dari total outstanding yang tercatat hingga akhir tahun 2020 terhadap Pertamina,” kata Irfan dalam keterangan resminya, Kamis (28/10).
Langkah restrukturisasi ini, kata Irfan, terus diperkuat melalui sinergitas BUMN, dalam hal ini khususnya Pertamina.
Menurutnya, restrukturisasi menjadi opsi yang paling tepat dan relevan dalam menunjang upaya pemulihan kinerja Garuda.
“Kami percaya, langkah yang telah berhasil dijajaki bersama Pertamina maupun berbagai mitra usaha lainnya sejauh ini, menjadi fondasi fundamental bagi kelangsungan bisnis Garuda Indonesia ke depannya,” ujarnya.
Irfan menjelaskan, kebijakan ini bisa menjadi angin segar bagi pemulihan maskapai penerbangan nasional di tengah tekanan pandemi.
Dirinya pun optimis hasil kesepakatan restrukturisasi utang ini dapat menjadi fondasi yang kuat bagi keberlangsungan Garuda Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.
Di tengah upaya restrukturisasi utang perseroan, Irfan memastikan seluruh aspek kegiatan operasional penerbangan akan tetap berlangsung secara normal.
“Di tengah percepatan langkah restrukturisasi bersama mitra usaha, Garuda Indonesia memastikan bahwa seluruh aspek kegiatan operasional penerbangan akan tetap berlangsung dengan normal,” kata Irfan.
Sebagai informasi, Selasa (31/8/2021), GIAA di periode 6 bulan pertama 2021 mengalami rugi bersih US$ 898,65 juta.
Jika dirupiahkan, kerugian tersebut mencapai Rp 12,85 triliun (kurs Rp 14.300).
Rugi bersih itu lebih besar 26% dari torehan kerugian di semester I-2020 sebesar US$ 712,72 juta.
Membengkaknya rugi Garuda Indonesia juga disebabkan anjloknya pendapatan usaha perusahaan dari US$ 917,28 juta di semester I-2020 menjadi Rp 696,8 juta.
Penurunan pendapatan paling besar dari penerbangan berjadwal, yakni turun dari US$ 750,25 juta menjadi US$ 556,53 juta.
Meskipun, jumlah beban usaha Garuda Indonesia turun dari US$ 1,64 miliar menjadi US$ 1,38 miliar.
Adapun total aset perusahaan juga mengalami penurunan dari posisi akhir 2020 sebesar US$ 10,78 miliar menjadi US$ 10,11 miliar di akhir Juni 2021.
Sementara liabilitas Garuda Indonesia juga malah meningkat dari US$ 12,73 miliar di akhir 2020 menjadi US$ 12,9 miliar di akhir Juni 2021.
https://pasardana.id/news/2021/10/29/giaa-dapat-kelonggaran-waktu-pelunasan-utang-ke-pertamina-3-tahun/