Home Berita Pilihan Wamenkeu: RI butuh Rp3.500 triliun untuk kurangi pemakaian PLTU

Wamenkeu: RI butuh Rp3.500 triliun untuk kurangi pemakaian PLTU

30
0

Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan Indonesia membutuhkan dana mencapai Rp3.500 triliun untuk mengurangi pemakaian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dalam rangka mencapai target pengurangan emisi karbon.

Dalam Webinar ALUMNAS di Jakarta, Kamis dia menuturkan nilai tersebut sangat besar dan pemerintah telah berusaha memberikan dukungan seperti menggunakan uang dari pembayaran pajak namun masih belum cukup.

Oleh sebab itu, Suahasil berharap Indonesia dapat memperoleh dukungan internasional untuk memenuhi pembiayaan ini sehingga target pengurangan emisi mampu tercapai.

Salah satu dukungan internasional yang diharapkan adalah melalui pertemuan negara-negara dunia dalam agenda COP26 di Glasgow, Skotlandia dalam waktu dekat.

Menurutnya, agenda ini dapat menjadi tonggak atau milestone bagi internasional untuk memenuhi janjinya dalam membantu negara-negara berkembang untuk mencapai target perubahan iklim.

“Kami berharap COP26 bisa menjadi milestone dimana dukungan internasional bisa diwujudkan,” ujarnya.

Ia menjelaskan Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen melalui kemampuan sendiri dan 41 persen melalui dukungan internasional pada 2030.

Baca Juga :  Inggris luncurkan pil COVID-19 Pfizer mulai Februari

Untuk mencapai tujuan tersebut maka Indonesia harus mengurangi penggunaan PLTU mengingat ini berkontribusi besar terhadap produksi karbon yang berdasarkan riset sekitar 35 persen dari emisi karbon berasal dari konsumsi energi.

“Mayoritas konsumsi listrik kita diproduksi dari batu bara dan diesel, kita masih bergantung pada bahan bakar fosil. Itu adalah satu sektor yang sumbangan emisinya tinggi sehingga coba kita kurangi,” jelasnya.

Di sisi lain, mengurangi pemakaian PLTU merupakan langkah yang sulit karena menelan anggaran sangat besar serta sudah banyak pembangkit batu bara yang meneken kontrak melalui Perusahaan Listrik Negara (PLN).

“Jika PLTU ditutup sedangkan kontraknya masih efektif ini akan menjadi masalah bisnis kalkulasi. Berapa banyak kompensasi yang harus disediakan,” tegasnya.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here