Jakarta, BeritaMu.co.id – Baru-baru ini publik pasar modal Indonesia dihebohkan oleh pembelian bank mini yang dilakukan oleh salah satu perusahaan pembiayaan atau multifinance yang mengarah ke fintech (financial technology), yakni Kredivo atau PT FinAccel Teknologi Indonesia.
Kredivo membeli lagi 16% saham PT Bank Bisnis Internasional Tbk (BBSI) dari keluarga pengusaha tekstil Sundjono Suriadi sehingga kepemilikannya menjadi mayoritas 40% dari sebelumnya 24%.
Nilai pembelian itu setara dengan Rp 500 miliar atau tepatnya Rp 439,69 miliar dengan perhitungan Rp 908/saham, ini belum termasuk penjualan di tahap awal oleh Kredivo.
Sundjono yang memiliki 25% saham perusahaan, itu melepas 151.357.255 dengan total nilai penjualan Rp 137,43 miliar pada 15 Oktober lalu sebagaimana dicatatkan data Bursa Efek Indonesia (BEI). Kepemilikannya saat ini bersisa 20% atau 605.305.881 saham.
Foto: Prospektus IPO Bank Bisnis 7 September 2020, harga perdana Rp 480/saham
Prospektus IPO Bank Bisnis 7 September 2020, harga perdana Rp 480/saham
Lalu, Purnawan Suriadi (atas nama PT Sun Land Investama) melepas 198.568.026 saham atau 6,56% kepemilikannya senilai Rp 180,29 miliar. Saat ini saham miliknya bersisa 13,20% atau sebanyak 399.501.881 saham.
Terakhir adalah masih Purnawan Suriadi (atas nama PT Sun Antarnusa Investment) melepas 134.319.424 atau 4,44% sahamnya di bank ini senilai Rp 121,96 miliar. Dari penjualan ini, kepemilikannya bersisa 317.830.576 saham atau 10,50%.
Sundjono adalah Komisaris Utama Bank Bisnis sejak 1997 sebagaimana disebutkan dalam prospektus penawaran saham perdana (IPO, initial public offering) Bank Bisnis. Bank ini IPO dengan harga Rp 480/saham pada 7 September 2020.
Adapun Purnawan Suriadi adalah anak dari Sundjono dan Mariah Suriadi. Purnawan tercatat menjabat Direktur Sun Land lnvestama dan PT Sun Antarnusa Investment.
Kedua perusahaan tersebut juga masih dimiliki sahamnya oleh Sundjono Suriadi yang sebelumnya adalah Direktur PT Sunson Textile Manufacturer (1972-1976) dan Komisaris PT Maha Mujur Textile (1975-1977) ini.
Berdasarkan catatan BeritaMu.co.id, sebenarnya fenomena konglomerat melepas bank kecil milik keluarga bukanlah yang pertama, beberapa pemilik bank mini lainnya sudah lebih dahulu melaksanakan transaksi ini.
Tidak terdapat waktu lebih menarik untuk menjual kepemilikan di bank kecil yang dikelola oleh pihak keluarga selain saat ini atau beberapa waktu ke belakang, mengingat gencarnya penetrasi bank digital untuk menggaet nasabah baru dan berperang melawan bank konvensional dengan menawarkan kemudahan teknologi.
Selain itu, ada keterbatasan modal sehingga para pemilik berupaya mencari mitra baru demi memenuhi ketentuan modal inti bank yang disyaratkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun ini minimal Rp 2 triliun dan tahun depan Rp 3 triliun.
Setelah akuisisi bank-bank kecil tersebut oleh pemiliknya akan disulap dan diharapkan menjadi bank digital yang operasinya diizinkan oleh OJK. Sebagian besar akan dikolaborasikan untuk masuk ekosistem tertentu yang lebih besar untuk memperluas jangkauan yang bisa diraih.
Tim Riset BeritaMu.co.id merangkum beberapa transaksi bank mini yang dilego oleh konglomerat tanah air.
Keluarga William Arto Hardy di Bank Arto
Meski modal inti PT Bank Jago Tbk (ARTO) sudah Rp 7,88 triliun pada Juni 2021, bank yang dulu dikendalikan oleh keluarga pengusaha William Arto Hardy ini masih sering diberi label bank mini.
Bank yang sahamnya dikendalikan oleh duet Patrick Walujo dan Jerry Ng ini sudah memiliki kapitalisasi pasar lebih dari Rp 200 triliun berkat kinerja saham perusahaan yang gemilang.
Setelah berganti nama menjadi Bank Jago dari Bank Artos Indonesia ini, tentu bisnis yang dilaksanakan perusahaan berbeda, paling mencolok tentu kolaborasi yang dimiliki dengan ekosistem Grup GoTo, di mana GoPay yang merupakan anak usaha Gojek, juga merupakan pemegang saham ARTO.
Melalui PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI) yang dikendalikan oleh Jerry Ng dan Wealth Track Teknologi Limited (WTT) milik Patrick Waluyo dari Grup Northstar, mereka berdua membeli perusahaan tersebut dari keluarga Arto Hardy ini. Pembelian tersebut dilakukan pada akhir tahun 2019.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal ketiga tahun 2019, keluarga Arto diketahui menguasai 80% kepemilikan bank tersebut yang terdiri dari Arto Hardy (39,5%), Sinatra Arto Hardy (13,5%), William Arto Hardy (13,5%) dan Lina Arto Hardy (13,5%).
Sebagai informasi, William Arto Hardy adalah Warga Negara Indonesia, lahir di Bandung pada 23 Januari 1970. Pendidikan terakhir Bachelor of Commerce dari University of Western Sydney tahun 1990-1994 dan meraih gelar Bachelor of Commerce tahun 1994.
Prospektus IPO Bank Arto menyebutkan dia mengawali karier sebagai Direktur di PT Polyfilatex sebagai pemegang lisensi produk FILA Italia di bidang retail untuk Indonesia.
Foto: Prospektus IPO Bank Artos
Prospektus IPO Bank Artos
Sehari setelah libur Natal, keluarga Arto kompak menjual saham yang dimiliki. Sinatra, William dan Lina masing-masing menjual 12% kepemilikan saham mereka, sementara Arto Hardy menjual 15% kepemilikan sahamnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari keterbukaan informasi, total saham yang dilego tanggal 26 Desember 2019 adalah sejumlah 615,18 juta saham yang mewakili 51% kepemilikan.
Kepemilikan tersebut terbagi menjadi MEI sebesar 37,65% dan WTT 13,35%.
Saham tersebut dilego di harga Rp 395 per saham, sehingga total dana segar yang diperoleh keluarga Arto dalam transaksi tersebut mencapai Rp 242,99 miliar.
Foto: Prospektus IPO Bank Artos
Prospektus IPO Bank Artos
Selanjutnya Arto Hardy kembali menjual 24,5% sisa kepemilikan sahamnya pada tanggal 2 Januari 2020, akan tetapi yang menarik divestasi tersebut tercatat atas nama publik, dengan kata lain tidak terdapat pembeli yang memperoleh lebih dari 5% saham yang dijual.
Sebanyak 295,53 juta saham tersebut dijual di harga Rp 448 per saham, yang berarti total hasil penjualan mencapai 132,29 miliar.
Jika ditambah dengan penjualan awal, total dana yang diraup setelah melego bank Arto adalah sejumlah Rp 375,38 miliar.
Kini selain Grup Northstar, Jerry Ng dan kawan-kawannya, investor lain di Bank Jago di antaranya Government of Singapore Investment Corporation Private Limited atau GIC, lembaga dana investasi milik pemerintah Singapura.
NEXT: Ada Keluarga Hakim
Demikian berita mengenai Arto hingga Gozali, Keluarga Ini Tajir Gilak Jual Bank Mini!, ikuti terus update berita dari kami
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20211022143903-17-285828/arto-hingga-gozali-keluarga-ini-tajir-gilak-jual-bank-mini