Home Bisnis MARKET ANALIS MARKET (11/10/2021) : IHSG Memiliki Peluang Bergerak Menguat Terbatas

ANALIS MARKET (11/10/2021) : IHSG Memiliki Peluang Bergerak Menguat Terbatas

28
0

Beritamu.co.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pada perdagangan hari Jumat, 08/10/2021 lalu, IHSG ditutup menguat +65 poin atau +1.05% ke level 6.481. Sektor transportasi, industrials, energi, industry dasar menopang penguatan IHSG pada perdagangan kemarin. Investor mencatatkan pembelian bersih sebesar IDR 2.406 miliar.

“Berdasarkan analisa teknikal, kami melihat saat ini IHSG memiliki peluang bergerak menguat terbatas dengan potensi koreksi di akhir dan ditradingkan pada 6.395 – 6.507. 6.500 akan menjadi sebuah level baru yang akan diuji, meskipun IHSG berpotensi cukup besar untuk mengalami koreksi terlebih dahulu,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Senin (11/10/2021).

Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;

1.DONGENG BANK SENTRAL

Saat ini, banyak Bank Sentral yang mulai mengurangi pembelian obligasinya di pasar, atau stimulus yang sebelumnya mereka berikan pada saat perekonomian mengalami penurunan akibat Covid 19 tahun lalu. Kini dunia telah bangkit, pemulihan terlihat semakin nyata dan terasa. Hal inilah yang membuat beberapa negara seperti Norwegia, Brazil, Meksiko, Korea Selatan, dan Selandia baru untuk menaikkan tingkat suku bunga. Pertanyaannya sederhana, apakah ini langkah pre-emptive yang dilakukan oleh berbagai Bank Sentral di seluruh dunia, ataukah mereka memang yakin untuk menaikkan tingkat suku bunga karena pemulihan ekonomi kian pasti di negara mereka? Atau mungkin juga mereka khawatir bahwa inflasi tidak akan mudah mengalami penurunan karena mereka memiliki proyeksi bahwa inflasi hanyalah sementara? Nah yuk kita cari tahu, kemana cerita selanjutnya dari Bank Sentral. Saat ini kami melihat inflasi di semua negara berjalan dengan konsisten dan belum ada tanda tanda penurunan karena kekuatan perekonomian yang kian menunjukkan existensinya. Inflasi terlihat semakin bertahan akibat adanya gangguan pasokan yang menyebabkan rantai pasokan menjadi terganggu, ditambah lagi dengan adanya krisis energi di berbagai negara yang mendorong harga komoditas mengalami kenaikkan. Nah masalahnya adalah ketika aktivitas perekonomian di buka, permintaan mengalami kenaikkan karena banyaknya dana yang siap untuk di belanjakan. Sehingga saat ini Bank Sentral tengah galau akan mana yang akan menjadi prioritas mereka. Kami khawatir banyak Bank Sentral yang cukup khawatir bahwa pemulihan akan menjadi melambat seperti yang terjadi di China saat ini. Sejauh ini kebijakan moneter yang lebih ketat di harapkan dapat membantu mengatasi inflasi, namun alih alih akan menambah tekanan terhadap perekonomian. Inflasi yang diproyeksikan akan sebentar namun tidak semudah menghilang tertiup angin. Bahkan inflasi diperkirakan akan bertahan lebih lama dari yang di harapkan. IMF sendiri memperkirakan bahwa di negara maju, inflasi akan mengalami penurunan setidaknya hingga berada di kisaran 2%. Yuk kita coba ulas satu persatu Bank Sentral yang memberikan pengaruh terhadap pergerakan saham maupun obligasi, kita mulai dari; 1. The Fed. Powell merupakan salah satu sosok yang selalu dinantikan sepanjang tahun ini. Powell yang kerap kali bersikap tenang juga merupakan salah satu pemimpin Bank Sentral yang berhasil membawa The Fed melewati masa masa sulit dalam menghadapi Covid 19. Powell sendiri juga sudah semakin yakin untuk mulai mengumumkan fase Taper Tantrum yang akan dimulai pada bulan November mendatang. Inflasi di Amerika sejauh ini konsisten untuk berada di level di atas 5%, yang membuatnya khawatir adalah bahwa inflasi dapat bertahan lebih lama di level ini. Sejauh ini para pejabat The Fed juga melihat bahwa kenaikkan tingkat suku bunga mungkin terjadi pada tahun 2023 mendatang setelah fase Taper Tantrum usai, namun menilik situasi dan kondisi yang terjadi saat ini terkait dengan inflasi, kami melihat bahwa ada kemungkinan The Fed akan menaikkan tingkat suku bunga pada akhir tahun 2022 untuk menjaga inflasi agar tetap terkendali. Namun asumsi ini dipakai apabila ternyata inflasi tidak bisa di kendalikan kedepannya pemirsa. 2. Bank Sentral Eropa. Tidak seperti The Fed yang memiliki 2 tujuan utama, yaitu inflasi dan ketenagakerjaan, Bank Sentral Eropa hanya memiliki 1 tujuan yaitu inflasi. Dan pada akhirnya tujuan itu mulai terpenuhi, pasalnya inflasi di Eropa mulai mengalami kenaikkan lebih dari 3% secara YoY, sehingga hal tersebut membuat para pembuat kebijakan di Bank Sentral Eropa akan melakukan pembaharuan kebijakan utama pada bulan December mendatang untuk membuat proyeksi kemajuan perekonomian hingga 2024 mendatang. Lagarde sendiri kemarin memutuskan untuk memangkas pembelian obligasinya dibawah 1.85 triliun euro atau $2.2 triliun pada kuartal 4 2021 mendatang, dan akan berakhir pada bulan Maret 2022 mendatang. Skema stimulus setelah 2021 masih terus dibahas dan menjadi perdebatan, karena masih banyak para pejabat yang menganjurkan Bank Sentral Eropa untuk lebih flexible dalam menghadapi perubahan kebijakan. 3. Bank Sentral Jepang. Ditengah perubahan komposisi pemerintahan yang ada saat ini, Gubernur Bank Sentral Jepang, Haruhiko Kuroda berkesempatan untuk bekerja sama dengan Perdana Menteri baru nantinya, yaitu Fumio Kishida. Bank Sentral jepang sendiri sudah memutuskan untuk terus melanjutkan dukungan terhadap perekonomian dengan terus memberikan stimulus hingga Maret 2022 mendatang. Dewan kebijakan Bank Sentral Jepang masih akan terus mengawasi dan melihat apakah pemulihan dapat mendorong permintaan mengalami kenaikkan atau tidak. Sejauh ini pemulihan ekonomi di Jepang mulai menunjukkan tanda tanda, apalagi lockdown telah dibuka dan penetrasi vaksin terus mengalami peningkatan. Oleh sebab itu harapannya adalah inflasi yang selama ini selalu berada dibawah target, akan mengalami kenaikkan sama seperti negara negara lainnya. Namun sayangnya kami melihat bahwa inflasi masih akan sangat sulit mengalami kenaikkan, oleh sebab itu kami melihat stimulus masih akan diberikan untuk waktu yang lebih lama dari pada tetangga Bank Sentral Jepang itu sendiri. Ketertinggalan Bank Sentral Jepang yang jauh dibelakang akan sangat sulit bagi Bank Sentral Jepang untuk menghentikan stimulus. 4. Bank Sentral China. China merupakan salah satu negara yang pulih lebih cepat dan menjadi lokomotif pertumbuhan dan pemulihan ekonomi global. Namun masalahnya adalah pemulihan ekonomi kian melambat dalam beberapa bulan terakhir, meskipun saat ini PMI manufacturing, composite, dan services mulai kembali mengalami pemulihan dan bergerak di atas 50. Bank Sentral China mulai bertahap membatasi perkembangan kredit untuk mengatasi risiko keuangan tahun ini. Namun pemulihan perekonomian yang kian melambat, membuat Bank Sentral China berfikir 2 kali untuk menghentikan stimulus, oleh sebab itu Bank Sentral China mulai melakukan pengurangan Giro Wajib Minimum, agar bank bank yang ada di China memiliki likuiditas yang terjaga untuk meningkatkan pinjaman bagi usaha kecil yang dirugikan dari dampak kenaikkan harga komoditas. Risiko pertumbuhan ekonomi yang kian mengalami pelemahan membuat Bank Sentral China semakin hati hati dalam menerapkan kebijakan. Apabila prospek pelemahan ini terus berlanjut, maka bukan tidak mungkin Bank Sentral China akan kembali menurunkan Giro Wajib Minimumnya ditambah dengan pemangkasan tingkat suku bunga. Well, masih banyak kisah lainnya dari Bank Sentral, bahasan berikutnya kita akan membahas dari negara negara Emerging Market ya yang dimana mereka berada di posisi yang rentan terkait dengan Taper Tantrum tidak terkecuali Indonesia yang kembali masuk pada tahun 2021 ini dengan kategori negara yang memiliki tingkat kerentanan bersama 10 negara lainnya dalam menghadapi Taper Tantrum. Pemulihan ekonomi kian berlanjut, inflasi konsisten mengalami kenaikkan, hanya tinggal pertanyaannya. Seberapa besar ekonomi menyakinan untuk mendorong pemulihan ekonomi untuk terjadi secara berkelanjutan? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

Baca Juga :  Obligasi Tahap I Tahun 2024 MYOR Senilai Rp500 Miliar Masuk Tahap Penjatahan dan Distribusi

2.HARAPAN BARU UNTUK LEVEL BARU

Saat ini pelaku pasar pasar mencermati dampak dari tax amnesty jilid II kepada pasar saham dan obligasi. program ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak dan diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, serta kemanfaatan. Pada tax amnesty jilid II ini, pemerintah mengungkapkan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran pajak penghasilan (PPh) berdasarkan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program pengampunan pajak. Selain itu, WP juga bisa mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhinya melalui pembayaran pajak pajak penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020. Adapun program dilaksanakan selama 6 bulan yakni mulai dari 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022. Berdasarkan data historis pada tahun 2016 pemerintah melaksanakan tax amnesty jilid I. Program pengampunan pajak itu memberikan sentimen positif terhadap bursa saham yang tercermin dari pergerakan IHSG yang mampu menguat hingga ke level 5.000 di akhir periode dua. Adapun IHSG berada di sekitar level 4.800 saat periode awal tax amnesty jilid I. Di akhir periode III, IHSG mampu menguat di atas level 5.500. Sentimen positif terus berlanjut, hingga akhir tahun 2017 IHSG mampu menembus level 5.900. Kondisi saat ini berbeda dengan lima tahun lalu dimana pemulihan ekonomi pasca pandemic turut menyelimuti ketidakpastian kondisi bisnis. Selain itu, saat ini pelaku pasar khawatir adanya pembahasan revisi UU Perpajakan mengenai tax amnesty jilid II yang dinilai dapat menimbulkan gejolak politik seperti yang terjadi saat pembahasan UU Cipta Kerja. Oleh karenanya, investor disarankan untuk lebih mencermati kondisi pasar dalam jangka waktu pendek maupun menengah. Jika timbul gejolak politik, lebih baik investor keluar terlebih dahulu dari pasar. Pada lain sisi, tax amnesty diproyeksikan dapat menjadi sentimen positif bagi pergerakan indeks. Apalagi jika dalam kebijakan tersebut pemerintah kembali mencantumkan dana repatriasi wajib diinvestasikan di dalam negeri. Langkah itu akan menambah dana segar yang masuk ke pasar keuangan dalam negeri dan menjaga kekuatan arus modal masuk. Jika ada dana segar masuk ke pasar saham melalui repatriasi, beberapa emiten berkapitalisasi besar yang lebih diuntungkan.


https://pasardana.id/news/2021/10/11/analis-market-11102021-ihsg-memiliki-peluang-bergerak-menguat-terbatas/

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here