Jakarta, CNBC Indonesia – Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup menguat pada perdagangan Selasa (5/10/2021), di tengah koreksi pasar saham Asia dan Amerika Serikat (AS) karena investor masih khawatir dengan krisis energi yang melanda beberapa negara.
Mayoritas investor di pasar obligasi pemerintah kembali ramai memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan kembali melemahnya imbal hasil (yield) SBN acuan. Hanya SBN bertenor 1, 20, dan 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor dan mengalami penguatan yield.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun menguat 6,9 basis poin (bp) ke level 3,244%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 20 tahun naik 1,8 bp ke level 7,098%, dan yield SBN dengan jangka waktu 30 tahun bertambah 1,6 bp ke level 6,865% pada hari ini.
Sementara, yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali melemah 1,1 bp ke level 6,322% pada hari ini. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Melemahnya kembali yield SBN pada hari ini disebabkan karena investor kembali memburu pasar SBN, setelah sekitar sebulan terakhir melepas kepemilikannya di SBN. Selain itu, koreksinya pasar saham Asia dan AS juga mendorong investor beralih kembali ke aset aman (safe haven) tersebut.
Koreksi pasar saham dalam negeri terjadi karena investor merealisasikan keuntungannya setelah pada perdagangan Senin (4/10/2021) kemarin sempat ditutup melesat nyaris 2%.
Adapun koreksi pasar saham Asia dan AS terjadi karena sentimen negatif lebih mendominasi pasar, di mana sentimen negatif tersebut yakni melonjaknya harga komoditas energi dan berlanjutnya krisis keuangan properti China, Evergrande yang kini merembet ke perusahaan properti China lainnya.
Di lain sisi, pergerakan yield SBN pada hari ini kembali berbanding terbalik dengan pergerakan yield surat utang pemerintah AS (Treasury) yang terpantau menguat pada pagi hari waktu setempat, karena investor masih menanti rilis data ketenagakerjaan periode September yang akan dirilis pada pekan ini.
Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun kembali menguat 1,7 bp ke level 1,498% pada pukul 07:00 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan Senin (4/10/2021) kemarin di level 1,481%.
ADP akan merilis data perubahan pekerjaan AS periode September 2021 pada Rabu (6/10/2021) pagi waktu AS atau Rabu malam waktu Indonesia. ADP juga akan merilis data penggajian non-pertanian (non-farm payrolls/NFP) pada Jumat (8/10/2021) pagi waktu AS atau Jumat malam waktu Indonesia.
Data pekerjaan dan inflasi akan digunakan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk memantau pemulihan ekonomi dari pandemi virus corona (Covid-19) dan untuk mengukur kapan The Fed dapat memulai program pengurangan pembelian obligasinya (tapering), meskipun pasar menduga bahwa The Fed akan melakukan tapering pada November mendatang.
Ekspektasi pasar terkait tapering yang akan segera terjadi dan kekhawatiran seputar inflasi yang terus-menerus, membuat yield Treasury terus melonjak. Yield Treasury bertenor 10 tahun sempat menembus level 1,56% pada pekan lalu, di mana level tersebut merupakan level tertinggi sejak Juni lalu.
Update Terus berita terkini di BertaiMU.co.id
[]
(chd/chd)
Demikian berita mengenai Investor Terus Memburu SBN, Harga SBN Kembali Menguat, ikuti terus update berita dari kami
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20211005182522-17-281685/investor-terus-memburu-sbn-harga-sbn-kembali-menguat