Beritamu.co.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi lagi-lagi akan menghadapi pekan tersulit dalam hidupnya, meskipun tidak sesulit ketika menghadapi The Fed pemirsa.
Kali ini pertemuan Bank Sentral Eropa yang akan mencoba menghadang pergerakan laju pasar obligasi.
Meskipun secara dampak tidak terlalu sebesar The Fed, namun keputusan dari Bank Sentral Eropa terkait dengan program pengurangan pembelian obligasi juga patut kita waspadai.
Pasalnya, Bank Sentral Eropa juga akan bergerak mengikuti The Fed untuk melakukan Taper Tantrum. Nilainya pun dikabarkan sudah diketahui pemirsa, berapa yaa?
Nah, pertemuan Bank Sentral Eropa sendiri dikabarkan juga akan menjadi pertarungan yang cukup sengit, karena hampir 50 – 50 berbagi rata ego terkait dengan kapan pengurangan dilakukan, dan yang satunya lagi mengatakan bahwa pengurangan belum boleh dilakukan.
Selain dari pertemuan Bank Sentral, ada jurus sakti baru dari Bank Sentral Indonesia untuk menopang pemulihan ekonomi agar terjadi berkelanjutan dan mampu membuat perekonomian menjadi lebih solid.
“Nah banyak cerita sebelum menjelang lelang, namun yang pasti pergerakan pasar obligasi hari ini diperkirakan akan bervariatif dengan rentang pergerakan 50 – 75 bps. Kami merekomendasikan wait and see,” beber analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Senin (06/9/2021).
Adapun cerita di awal pekan ini yang cerah, akan kita awali dari;
1.ARISAN BANK SENTRAL EROPA
Pada akhirnya, setelah sebelumnya The Fed yang kisruh akibat kapan pengurangan pembelian obligasi di pasar, kali ini giliran Bank Sentral Eropa yang merasakan gundah gulana yang sama pada pertemuan Bank Sentral Eropa yang akan diadakan pekan ini. Bank Sentral Eropa diperkirakan akan mulai melakukan pengurangan pembelian obligasinya pada kuartal ke 4 mendatang. Dan bukan tidak mungkin apabila Bank Sentral Eropa akan menyelesaikan pengurangan pembelian obligasi di pasar lebih cepat dari yang diperkirakan. Prospek perekonomian yang terus mengalami perbaikan, khususnya data inflasi yang ternyata naik di luar perkiraan, membuat para pembuat kebijakan semakin yakin untuk berani mengambil tindakan untuk mulai mengurangi laju pembelian dari sebelumnya 80 miliar euro per bulan pada bulan September, menjadi 50 miliar pada bulan Maret 2022 mendatang. Penurunannya memang tidak biasa, tapi setidaknya Bank Sentral Eropa sudah hampir mendapatkan kepastian terkait dengan jumlah pengurangan pembelian obligasi di pasar. Sejauh ini beberapa pejabat Bank Sentral Eropa mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk memutuskan kapan Pandemic Emergency Purchase Program di hentikan, namun apabila melakukan pengurangan pembelian obligasi di pasar, hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar asal tidak menaikkan tingkat suku bunga secara terburu buru. Apalagi situasi dan kondisi perekonomian mulai mengalami perbaikan. Pertemuan Bank Sentral Eropa akan mengawali serangkaian pertemuan Bank Sentral yang akan terjadi di seluruh dunia nanti, apalagi The Fed bulan ini juga akan melakukan pertemuan. Dimana konon katanya pertemuan Bank Sentral Amerika mungkin dengan tingkat probabilitas 60% akan mulai mengumumkan pengurangan pembelian obligasi di pasar. Sama seperti Bank Sentral Amerika, Bank Sentral Eropa mulai melihat bahwa pemulihan dan kekuatan perekonomian semakin terlihat. Fokusnya adalah, seberapa cepat dan solid pemulihan tersebut. Karena jangan sampai pemulihan ekonomi masih rapuh, sehingga masih membutuhkan program pembelian obligasi di pasar, namun Bank Sentral sudah harus mengurangi program pembelian tersebut. Ada kemungkinan memang, keinginan The Fed untuk melakukan pengurangan pembelian obligasi di pasar dapat mempengaruhi keputusan Bank Sentral Eropa untuk melakukan hal yang sama. Gangguan rantai pasokan memang sejauh ini mampu mendorong inflasi mengalami kenaikkan, apalagi setelah kemarin data inflasi Eropa mengalami kenaikkan hingga 3%, wow! Diluar ekspektasi dan proyeksi berbagai pihak termasuk kami pemirsa. Tidak hanya mengenai inflasi semata, namun pelaku pasar dan investor juga menantikan proyeksi ekonomi, baik untuk tahun 2021, 2022, dan 2023 mendatang. Ini akan menjadi sebuah gambaran, sejauh mana Bank Sentral Eropa yakin akan pemulihan ekonomi yang terjadi. Survey mengatakan bahwa Bank Sentral Eropa sejauh ini belum akan mengubah tingkat suku bunganya hingga 2023 mendatang, hal ini pun masih sejalan dengan keinginan Bank Sentral Eropa pemirsa, meskipun perekonomian mulai mengalami pemulihan, namun Bank Sentral Eropa berjanji untuk tidak akan memperketat biaya pinjaman sampai inflasi secara berkelanjutan mencapai 2%. Pengurangan pembelian obligasi akan terus berlanjut hingga bulan October mendatang hingga pembelian obligasi diperkirakan akan menyentuh 20 miliar euro per bulan. Namun pertanyaannya adalah, ketika pemulihan ekonomi terjadi di Eropa, varian delta Covid 19 masih akan membuat para pembuat kebijakan menjadi gelisah terkait akan penyebarannya. Apabila pemerintah tidak bisa mengendalikan Covid 19, maka pemulihan yang mulai terlihat bersinar akan meredup kembali. Oleh sebab itu, kami melihat bahwa percepatan vaksinasi akan menjadi salah satu andalan yang akan dilakukan oleh Pemerintah di Eropa untuk menjaga momentum pemulihan agar jangan sampai terluka. Kami melihat keraguan di Bank Sentral Eropa sama seperti The Fed, meskipun mereka mencoba yakin. Lagarde dan Powell sendiri melihat bahwa hal ini bukan hanya mengenai pengurangan, tapi lebih kepada situasi dan kondisi yang masih belum pasti akibat adanya Covid 19 yang di khawatirkan masih belum dapat dikendalikan. Lagarde sendiri memiliki karakter yang kurang lebih sama seperti Powell yang mengatakan bahwa inflasi hanyalah sementara, karena pemulihan perekonomian akan mendorong inflasi mengalami kenaikkan. Kuncinya adalah satu, apakah angka inflasi konsisten atau tidak meskipun momentum pemulihan ekonomi sudah terlewati. Salah satu yang memberikan nasehat adalah, Kepala Bank Sentral Yunani, Yannis Stournaras mengatakan bahwa meskipun pemulihan ekonomi terjadi, namun tidak boleh bereaksi berlebihan, harus tetap hati hati. Disatu sisi, dari Belanda, Klaas Knot mengatakan bahwa pembelian obligasi di pasar, merupakan salah satu langkah untuk membatasi kerusakan akibat Covid 19. Namun ketika pemulihan terjadi, stimulus yang lebih ketat harus dilakukan. Pertemuan Bank Sentral Eropa pada pekan ini akan menjadi sebuah awal pertempuran antara 2 persepsi yang berbeda. Sejauh ini kami melihat selama pengurangan obligasi masih dalam rentang yang masih bisa di toleransi, kami melihat pengurangan dapat di lakukan, asalkan pemulihan ekonomi dapat dikatakan cukup kuat untuk menopang dan berkelanjutan. Sedikit membahas mengenai The Fed yang dimana potensi pengumuman Taper Tantrum akan terjadi pada bulan September ini justru mencuri perhatian pemirsa. Sejauh ini beberapa data menunjukkan pemulihan yang signifikan, meskipun di beberapa data lainnya masih menunjukkan kerapuhan. Bulan ini akan menjadi tolok ukur penting, seberapa siap The Fed membuat keputusan dengan data di atas meja mereka. Meskipun Powell mengatakan bahwa pasar tenaga kerja mulai membuat kemajuan yang jelas, namun tujuan substansial harus di capai yang dimana tenaga kerja akan menjadi salah satu factor yang harus terpenuhi untuk dapat melakukan pengurangan pembelian obligasi di pasar. Well, pertemuan kedua Bank Sentral besar ini akan mencuri perhatian, oleh sebab itu focus utamanya adalah melihat data ekonomi yang keluar untuk dapat melakukan perhitungan dan asumsi, sejauh mana potensi Taper Tantrum akan terjadi.
2.JURUS SAKTI BANK INDONESIA
Kebijakan moneter dari Bank Indonesia dianggap cukup dapat membantu dalam pemulihan ekonomi dimana pelaku pasar juga turut mencermati langkah Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memaparkan empat respons yang akan dilakukan dalam menghadapi tantangan pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Pertama, yaitu implementasi bauran kebijakan bank sentral yang akan terus berlanjut. Dalam hal ini kami melihat tidak hanya kebijakan suku bunga, tetapi Bank Indonesia juga berupaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Kedua, Bank Indonesia juga akan terus mendorong digitalisasi ekonomi dan keuangan dengan mendukung akselerasi digital banking, teknologi finansial, e-commerce, dan industri sistem pembayaran. Ketiga, berkoordinasi dengan pemerintah dalam memperkuat pemulihan ekonomi, antara lain mendukung dan mempromosikan UMKM. Untuk mendukung hal tersebut, Bank Indonesia berupaya mendorong program onboarding untuk mendukung UMKM dapat Go Digital. Keempat, Bank Indonesia juga mendorong implementasi ekonomi dan keuangan hijau, melalui dukungan kebijakan makroprudensial yang ramah terhadap lingkungan, antara lain kebijakan pembiayaan berwawasan lingkungan. Dalam menjalani kebijakan tersebut, Perry juga menyampaikan ada empat tantangan dalam menghadapi peradaban baru akibat pandemi Covid-19. Pertama, terkait dengan ketahanan suatu negara. Dalam konteks ini akan terfokus pada upaya percepatan dari pemulihan ekonomi dan mendorong perekonomian menjadi lebih kuat ke depan. Kedua, digitalisasi dinilai dapat mendorong akselerasi ekonomi dan keuangan digital nasional menjadi game-changer selama pandemi, serta digitalisasi di berbagai bidang lainnya. Ketiga, inklusi dilakukan dalam akselerasi inklusi ekonomi dan keuangan, khususnya pada UMKM dan sektor pertanian melalui klasterisasi, kewirausahaan, akses pembiayaan, dan digitalisasi. Keempat, ekonomi hijau. Tekanan untuk ramah lingkungan yang semakin tinggi,sehingga perlu direspons melalui kebijakan reformasi struktural maupun digitalisasi. Hal ini yang kami melihat akan menjadi tolok ukur baru bagi pemulihan ekonomi ditengah situasi dan kondisi saat ini. Digitalisasi jelas menjadi salah satu point utama reformasi yang tengah terjadi saat ini, sehingga mendorong akselerasi pemulihan ekonomi lebih cepat, dan tentu saja berkelanjutan. Hal ini menjadi penting, apalagi Indonesia tengah memasuki era digital yang dimana kita sudah masuk dalam ekosistem tersebut.
https://pasardana.id/news/2021/9/6/analis-market-0692021-pasar-obligasi-diproyeksi-bergerak-bervariatif-aksi-wait-and-see-direkomendasikan/