Home Bisnis MARKET ANALIS MARKET (06/8/2021) : Pasar Obligasi Berpotensi Melemah Terbatas

ANALIS MARKET (06/8/2021) : Pasar Obligasi Berpotensi Melemah Terbatas

30
0

Beritamu.co.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, seperti yang sudah kami duga, pada akhirnya pasar obligasi mengalami pelemahan.

Entah karena kehadiran pertumbuhan ekonomi Q2 2021 yang membuat pelaku pasar gegap gempita sehingga meninggalkan obligasi?

Ataukah karena memang tanda-tanda pemulihan ekonomi terlihat meskipun pada kenyataannya tidak demikian?

Sebuah sarkasme atau sebuah kekhawatiran yang berlebihan?

Well, biar pemirsa yang menilai situasi dan kondisi yang ada.

Memang kalau kita lihat, sebuah kebanggaan tentunya bisa melihat pertumbuhan ekonomi Q2 2021 mengalami kenaikkan, bahkan hingga melewati proyeksi kami. Namun bagaimana dengan Q3? Apakah kita bisa menjadi lebih baik dari yang sekarang? Ataukah justru lebih buruk dari Quartal sebelumnya?

Tentu harapannya adalah Q3 menjadi jauh lebih baik meskipun kita melakukan PPKM selama 4 minggu. Kami hanya khawatir bahwa data diatas kertas tidak seindah kelihatannya. Pertumbuhan ekonomi yang kuat akan mendukung pergerakan pasar menjelang akhir tahun.

Sesuatu yang menyenangkan tentunya melihat pasar mengalami kenaikkan, karena ini akan menjadi moment yang manis setelah 1 tahun sebelumnya kita cukup mengalami tekanan akibat Covid 19.

Fokusnya adalah, mampukah kita menutup tahun ke 2 ini menjadi lebih baik?

Bagi pasar obligasi sendiri pelemahan pasar obligasi masih dalam rentang terbatas, belum menguji support bagian bawah. Secara koreksi, ini masih sehat karena koreksi tidak terjadi secara berlebihan. Ada potensi yang cukup besar untuk mengalami penguatan.

“Menjelang akhir pekan, pasar obligasi akan dibuka bervariatif dengan potensi melemah terbatas. Kami merekomendasikan wait and see. Berubah menjadi jual apabila penurunan lebih dari 60 bps,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Jumat (06/8/2021).

Adapun cerita di akhir pekan ini akan kita awali dari;

1.CHINA KEMBALI ….

Peningkatan Covid 19 kembali terjadi di China, yang dimana pada akhirnya mendorong pemerintah untuk kembali menutup tempat pariwisata, yang dimana pada akhirnya mendorong perubahan proyeksi terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang mengalami penurunan. Pihak berwenang telah menutup beberapa tujuan wisata, membatalkan beberapa acara dan penerbangan karena Covid 19 variant Delta telah menyebar ke hampir 32 negara bagian di China hanya dalam waktu 2 minggu. Sejauh ini sebanyak 46 kota kembali melakukan pembatasan kegiatan, kecuali apabila kegiatan tersebut benar benar diperlukan. Nomura Holdings mengatakan bahwa mereka telah menurunkan proyeksi pertumbuhan Q3 2021 dari sebelumnya 6.4% menjadi 5.1%, dan Q4 diperkirakan akan kembali turun dari sebelumnya 5.3% menjadi 4.4%. Nomura juga kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi selama 1 tahun penuh dari sebelumnya 8.9% menjadi 8.2%. Langkah langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah China merupakan sebuah langkah yang harus diambil untuk mencegah penyebaran Covid 19 ditengah tengah banyaknya kejadian alam seperti badai dan banjir yang ternyata lebih buruk dari yang diperkirakan sehingga mau tidak mau, proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut mengalami penurunan. Ini merupakan kenaikkan kasus pertama kali bagi China dalam kurun waktu 1 tahun terakhir. China juga langsung menutup kota kota seperti Hunan, dan Jiangsu. Sejauh ini tingkat kecepatan terkait dengan penjualan ritel dan output dari industry juga terus mengalami penurunan dari pencapaian tertingginya pada awal 2021 silam. Perlambatan ini membutuhkan dorongan agar aktivitas perekonomian dapat mengalami peningkatan. Penjualan ritel dapat kembali mengalami penurunan apabila Covid 19 kembali mengalami kenaikkan yang mengakibatkan pembatasan aktivitas harus dilakukan. Industri manufacture sendiri tengah mengalami tekanan, sehingga memberikan prospek yang kurang baik secara jangka menengah hingga panjang apabila tidak ada perbaikan yang konsisten. Pemulihan ekonomi bukanlah sesuatu yang kuat untuk menopang perekonomian, melainkan merupakan suatu awal bahwa perekonomian kembali bangkit. Dan apabila tidak dijaga dengan baik, maka momentum pemulihan mungkin akan terluka yang akan mengakibatkan keberlanjutan ekonomi akan tertahan. China saat ini terus terfokus untuk mendorong meningkatkan konsumsi dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan terhadap ketidakpastian permintaan dari luar negeri serta menstabilkan pertumbuhan ekonomi. Keinginan dual circulation menurut kami masih belum terlalu terlihat, setidaknya hingga hari ini. Oleh sebab itu, seperti yang tadi kami sampaikan bahwa penjualan ritel ada kemungkinan masih akan mengalami penurunan. Pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6% atau lebih pada tahun ini. Kami hanya berahrap Tindakan cepat pemerintah China terhadap kenaikkan kasus Covid 19 dapat segera teratasi karena kalau tidak dampaknya bisa akan melebar yang dimana tentu banyak negara lain juga membutuhkan China sebagai lokomotif pemulihan ekonomi global.

Baca Juga :  ANALIS MARKET (24/2/2023) : IHSG Masih Berpotensi Rebound

2.INDONESIA TANGGUH, INDONESIA TUMBUH

Perekonomian ekonomi kuartal II 2021 menunjukkan adanya perbaikan yang juga direspon positif oleh pelaku pasar. BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2021 yang tumbuh 3.31% QoQ dan 7.07% YoY. Pertumbuhan ini didorong oleh pengeluaran yang berkontribusi besar seperti konsumsi rumah tangga yang diproyeksi 6% hingga 6,8% dan konsumsi pemerintah di 8,1% hingga 9,7%. Investasi diharapkan tumbuh antara 9,4% hingga 11,1%, ekspor 14,9% sampai 19,7% dan impor 13% hingga 19,7%. Pertumbuhan ini juga dilandasi oleh beberapa hal, seperti indikator ekonomi dunia yang sudah membaik. PMI manufaktur global berada di level 55,8. Periode kuartal II atau April-Juni merupakan periode ketika pemerintah belum menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada 3 Juli 2021. Selain itu, realisasi pertumbuhan ini juga dipengaruhi oleh pertumbuhan ekspor yang meningkat sebesar 10,36% dari kuartal I 2021 dan tumbuh 55,89% dari kuartal II 2020. Peningkatan ekspor terjadi karena pulihnya perdagangan global dan meningkatnya permintaan dari sejumlah negara mitra dagang. Pada lain sisi, naiknya impor juga ikut mengkonfirmasi pertumbuhan industri di dalam negeri, di mana impor naik 50,12% dari kuartal II 2020 dan meningkat 9,88% dari kuartal I 2021. Pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh meningkatkan mobilitas masyarakat di kuartal II 2021. Hal ini tercermin dari peningkatan mobilitas masyarakat ke tempat berbelanja hingga ke luar kota yang terpantau melalui perjalanan menggunakan berbagai moda transportasi. Lebih lanjut, peningkatan mobilitas turun mendorong tingkat konsumsi masyarakat dan investasi. Salah satunya tercermin dari penjualan sepeda motor yang naik 10,65% pada kuartal II dari kuartal I 2021 dan 268,64% dari kuartal I 2021. Sementara bila dibandingkan dengan sejumlah negara mitra dagang, realisasi pertumbuhan Indonesia berada di bawah Singapura 14,3%, Uni Eropa 13,2%, Amerika Serikat 12,2%, China 7,9%, dan Hong Kong 7,5%. Namun, lebih tinggi dari Vietnam 6,6% dan Korea Selatan 5,9%. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan indeks PMI global yang naik dari 54,8% menjadi 56,6% pada Juni 2021. Selain itu juga didukung oleh kenaikan harga komoditas dunia, seperti gandum, minyak kelapa sawit, kedelai, timah, aluminium, dan tembaga.


https://pasardana.id/news/2021/8/6/analis-market-0682021-pasar-obligasi-berpotensi-melemah-terbatas/

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here