Jakarta, BeritaMu.co.id – Pasar saham Asia dalam 2 hari belakangan mengalami pelemahan cukup parah, di mana untuk pasar saham Hong Kong dan Shanghai ditutup ambruk lebih dari 2% pada perdagangan Senin (26/7/2021) dan Selasa (27/7/2021).
Pada Senin dan Selasa kemarin (27/7), indeks Hang Seng Hong Kong ditutup lebih dari 4%, sehingga jika dijumlahkan maka dalam 2 hari beruntun Hang Seng telah ambruk hingga 8%.
Tak hanya Hang Seng, Shanghai juga tercatat ambruk pada Senin dan Selasa kemarin, yakni ambruk 2% lebih dan dalam dua hari sudah ambles hingga 4%.
Namun pada hari ini, pelemahan kedua indeks saham tersebut mulai terpangkas, di mana pada pukul 12:00 WIB, Hang Seng terpantau melemah 0,21% dan Shanghai terkoreksi 0,6%.
Walaupun mulai terpangkas pelemahannya, namun pelemahan dua indeks saham tersebut membuat pasar saham Asia kembali melemah pada hari ini, bahkan di indeks utama Asia, semuanya mengalami pelemahan.
Pada Senin dan Selasa kemarin, beberapa indeks utama masih bertahan di zona hijau, seperti Nikkei yang mampu bertahan, bahkan melesat di tengah pelemahan bursa Asia. Namun pada siang hari ini, Nikkei tercatat ambles lebih dari 1%.
Sementara untuk pasar saham Indonesia, pelemahan parah indeks Hang Seng dan Shanghai cenderung berpengaruh sedikit, di mana pada Senin lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mampu bertahan di zona hijau, yakni naik tipis 0,08% di level 6.106,39.
Sedangkan pada perdagangan kemarin, IHSG ditutup melemah 0,15% di level 6.097,05. Pada penutupan perdagangan sesi I hari ini, IHSG kembali ditutup melemah 0,15% di level 6.087,77.
Pada perdagangan sesi I hari ini, IHSG sempat bergerak di zona hijau. Pergerakan IHSG juga cenderung volatil pada sesi I hari ini.
Ambruknya pasar saham Asia, terutama Hang Seng dan Shanghai dalam 3 hari beruntun terjadi setelah pemerintah China mengetatkan aturan terkait investasi asing di sektor pendidikan dan perusahaan digital.
Aturan tersebut dikeluarkan oleh Administrasi Negara untuk Regulasi Pasar bersama dengan enam departemen administratif lainnya, termasuk Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional, Administrasi Ruang Siber China dan Kementerian Keamanan Publik.
Hal ini juga menandakan bahwa kondisi geopolitik AS dengan China kembali memanas, di mana pertemuan pejabat Amerika Serikat (AS) dan China pada kemarin membahas nasib kawasan administratif tersebut.
Reuters melaporkan pihak China mengatakan bahwa hubungan kedua negara berada di kebuntuan dan menghadapi kesulitan yang serius.
“Secara fundamental, penyebabnya adalah beberapa orang Amerika menggambarkan China sebagai musuh dalam benaknya,” tutur Menteri Luar Negeri China Xie Feng sebagaimana dikutip kantor berita Xinhua.
Sejauh ini, China membalas dengan mengetatkan aturan perusahaan digital mereka yang terdaftar di bursa negara Barat, terutama di AS.
Pada Jumat (23/7/2021) pekan lalu, Beijing melarang investasi asing di sektor pendidikan, serta mengetatkan aturan di perusahaan teknologi dan properti.
Tak hanya berdampak dengan sesama negara Asia, aturan tersebut juga berdampak ke pasar saham AS, di mana pada penutupan perdagangan Selasa waktu AS, bursa saham Wall Street ditutup berjatuhan, setelah mencetak reli selama enam hari beruntun.
Tercatat indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) berakhir melemah 0,24% ke level 35.058,52, S&P 500 surut 0,47% ke posisi 4.401,46, dan Nasdaq ambruk 1,21% ke 14.660,58.
Namun, pengaruh dari aturan China terhadap perusahaan teknologi ke pasar saham AS cenderung sangat sedikit.
Pengaruh besar dari pelemahan pasar saham AS pada perdagangan kemarin karena investor merespons negatif dari pernyataan Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF) yang mengingatkan bahwa risiko inflasi ternyata bukan hanya bersifat peralihan, sehingga mereka mendorong bank sentral mengambil langkah cegah-tangkal (pre-emptive action).
Oleh karena itu, investor akan memantau ketat Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) yang dimulai malam tadi (WIB).
“Volatilitas pasar meningkat, menyusul kekhawatiran seputar virus dengan strain baru yang diperburuk oleh posisi renggang dan transaksi tipis di musim panas,” tulis Jean Boivin, Kepala BlackRock Investment Institute, dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.
Kabar inilah yang menambah katalis negatif dari pasar saham Asia pada hari ini, selain masih khawatirnya investor terhadap regulasi China ke perusahaan teknologi. Katalis negatif ini juga menjadi penghambat IHSG untuk bertahan atau menguat ke zona hijau.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[]
(chd/chd)
Demikian berita mengenai IHSG Ngos-ngosan, Apa Gegara Hong Kong Biang Keroknya?, ikuti terus update berita dari kami
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20210728121658-17-264270/ihsg-ngos-ngosan-apa-gegara-hong-kong-biang-keroknya