Jakarta, BeritaMu.co.id – Bursa saham dan mata uang tertekan pada perdagangan Selasa (26/7/2021), sementara pasar obligasi cenderung variatif. Hari ini, pasar seluruh dunia berada di mode ‘wait and see’, menunggu arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup dengan depresiasi 0,15% ke level 6.097,04 pada perdagangan Selasa (27/7/21), di tengah keterbatasan sentimen positif yang bisa menggerakkan pasar.
Padahal, indeks acuan bursa tersebut dibuka menguat sebesar 0,24% ke 6.120,929. Indeks acuan bursa tersebut bahkan sempat menyentuh level tertinggi harian 6.144,585 sebelum kemudian tertekan hingga menyentuh zona merah di penghujung perdagangan sesi 1 dan berlanjut di sesi 2.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia, nilai transaksi mencapai Rp 12,5 triliun dengan pembelian bersih (net buy) asing Rp 23 miliar di pasar reguler. Ada lebih banyak saham yang terkoreksi, mencapai 290 unit, dibandingkan yang menguat (sebanyak 198 saham).
Koreksi bursa nasional ini seiring dengan tren di bursa utama kawasan Asia Pasifik yang mayoritas juga tertekan. Pelemahan terbesar dialami indeks Hang Seng yang mencapai 4,2% melanjutkan koreksi Senin (sebesar 4% juga).
Indeks bursa Hong Kong melemah setelah pemerintah China mengetatkan aturan terkait investasi asing di sektor pendidikan dan perusahaan digital. Pelemahan juga terjadi di tengah pertemuan pejabat Amerika Serikat (AS) dan China membahas nasib kawasan administratif tersebut.
Reuters melaporkan pihak China mengatakan bahwa hubungan kedua negara berada di kebuntuan dan menghadapi kesulitan yang serius. Bursa Hong Kong dan China pun sempat terkoreksi setelah pemerintah China membalas AS dengan
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 0,07% di pasar spot ke Rp 14.490/US$. Namun di kurs tengah Bank Indonesia (BI), atau kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor, Mata Uang Garuda menguat 0,03% ke Rp 14.489.
Hampir seluruh mata uang utama Asia tertekan di hadapan dolar AS. Hanya yen Jepang yang menguat, sehingga depresiasi rupiah di pasar spot itu cukup untuk mengantar rupiah ke posisi runner-up di ‘klasemen’ mata uang Asia.
Di pasar obligasi, posisi investor terhadap Surat Berharga Negara (SBN) tercatat variatif cenderung menurun, yang menandakan mereka lebih optimistis memutar dananya di luar aset safe haven tersebut.
Dari delapan seri SBN, hanya SBN tenor 1, 15, dan 20 tahun yang mengalami pelemahan yield atau diburu investor. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga pelemahan yield menunjukkan harga obligasi yang menguat. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Aksi beli terutama menerpa SBN tenor 15 tahun, dengan pelemahan yield 2,4 basis poin (bp). Sebaliknya, aksi jual terbesar menimpa SBN tenor 3 tahun, sehingga imbal hasilnya naik 5,9 bp. Yield SBN bertenor 10 tahun, yang merupakan acuan pasar, masih naik sebesar 0,3 bp ke level 6,317%. Artinya, investor cenderung melego aset tersebut.
Demikian berita mengenai Dunia Wait & See, Tunggu Arah Tapering The Fed Hari Ini, ikuti terus update berita dari kami
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20210728060155-17-264151/dunia-wait-see-tunggu-arah-tapering-the-fed-hari-ini