Ketika berbicara tentang trio Liverpool yang ditakuti, peran Roberto Firmino sering tertutupi kegemilangan Sadio Mane dan Mohamed Salah, meski sebenarnya ia adalah mesin penggerak sistem permainan Liverpool.
Sementara ketiganya memiliki kualitas yang sama, Salah dan Mane mungkin mendapat sorotan publik lebih tajam. Beroperasi dari kedua sisi, mereka bermain langsung, cepat dan menjadi sumber gol utama The Reds, terbukti ketika mereka berbagi Sepatu Emas Liga Premier dengan Pierre-Emerick Aubameyang untuk musim 2018-19.
Jika bertahan melawan Mane dan Salah sama saja dengan berusaha melindungi diri Anda dari tembakan senapan mesin. Firmino jauh lebih halus, namun diam-diam seperti ‘menanam bom’, dia memilih menunggu saat yang tepat untuk meledakkannya.
Akibatnya, ada kecenderungan untuk mengecilkan kemampuan Firmino sebagai penyerang tengah. Bahkan seringkali ia disebut sebagai ‘nomer sembilan palsu’, rasanya seperti pujian yang tidak sopan.
Memang benar bahwa pemain internasional Brasil ini senang turun jauh ke belakang dan menghubungkan permainan antara lini tengah dan lini depan, dan memang benar bahwa ia tidak egois, ia lebih senang untuk memberikan bantuan kepada rekan setimnya ketika ia bahkan bisa mencetak gol.
Peran Firmino sebagai mesin dalam serangan Liverpool memang membuat Jurgen Klopp dilema ketika harus memasang striker lain. Itu karena, di Firmino, ia memiliki pemain sepak bola yang lengkap, bukan hanya seorang striker.
Efek ketidakhadiran Firmino terlihat dalam kemenangan Liverpool di Piala Super UEFA atas Chelsea. Dengan Alex Oxlade-Chamberlain diberi kesempatan untuk mengisi tempat Firmino – meskipun Mane beroperasi lebih ketengah dan Oxlade-Chamberlain di sebelah kiri. Namun The Reds gagal menemukan bentuk terbaiknya.
Tertinggal 1-0 di babak pertama, dengan Christian Pulisic juga memiliki gol namun dianulir karena offside, Klopp menggantikan Oxlade-Chamberlain dengan Firmino, dan hanya butuh tiga menit sebelum Liverpool menyamakan kedudukan.
Firmino tidak diragukan berperan besar dalam gol-gol Liverpool, terutama gol pertama Liverpool ketika ia memiliki peluang untuk melepaskan tembakan tetapi sebaliknya ia memilih untuk meletakkan bola ke Mane karena pemain Senegal itu memiliki peluang yang lebih mudah untuk melepaskan tembakan.
Efisiensi seperti itu hampir tidak produktif bagi Firmino. Mane dan Salah yang lebih senang melakukannya, terkhusus Salah yang mencoba 137 tembakan di Liga Premier musim lalu, sedangkan Firmino hanya melakukan 75 tembakan, ini bukti bahwa sikap egois tidak diperlukan dalam pencetak gol hebat.
Tapi melihat lebih dekat pada statistik Firmino menunjukkan dia adalah seorang finisher klinis. Pemain berusia 27 tahun ini mencetak 16 gol di semua kompetisi musim lalu, jumlah yang tidak terlalu buruk untuk seorang penyerang ‘baik hati’ seperti Firmino.
Lihat kembali kompilasi gol itu dan Anda akan mendapati 16 gol berasal dari dalam area penalti lawan. Tujuh gol dicetak dengan kaki kanannya, ia juga mengantongi empat gol dengan kaki kirinya dan lima berasal dari sundulan.
Firmino mungkin memiliki tingkat kerja seperti N’Golo Kante dan kemampuan bermain yang kreatif, tetapi ia juga dapat mengendus peluang dari situasi-situasi yang tidak terduga.
Tidak ada pertandingan yang menyimpulkan hal itu selain kemenangan 5-1 Liverpool atas Arsenal di Anfield musim lalu, di mana Firmino membawa pulang bola pertandingan setelah mencetak hat-trick.
Gol pertama datang berkat pantulan yang beruntung, tetapi gerakannya memberi tahu kita semua bahwa ketika sebuah bola lepas, Firmino begitu sering berada di tempat yang tepat untuk memastikan bola berada di jaring gawang.
Sementara ia menyelesaikan hattricknya dengan tendangan penalti yang diambil dengan percaya diri, ia membuat Bernd Leno bergerak ke arah yang salah. Lalu pada gol kedua, ia membuat tiga pemain bertahan Arsenal tergeletak di lapangan, sebelum memilih menembak ke sudut bawah dengan kaki kirinya.
Mane dan Salah masih cenderung mengakhiri musim sebagai pencetak gol terbanyak Liverpool, namun Firmino merupakan sosok pahlawanan sebenarnya bagi mereka.
Jadi, apa yang kurang dari Firmino? Tidak ada, bahkan gigi putih menawan yang selalu menemani senyumnya setiap bermain, menjadi pembeda dari pemain lain. Kini sudah saatnya dunia bangun dan menyadari: Roberto Firmino bukan nomer sembilan palsu a.k.a ‘false nine’, tapi dia nomer sembilan sempurna.
Sumber : https://Beritamu.co.id/roberto-firmino-mesin-penggerak-sistem-liverpool/8712/