Foto Source: somespark
Dua gelar pelatih klub terbaik di dunia. Dua gelar Liga Champions
Eropa. Lima gelar Piala FA. Empat gelar Piala Liga. Tiga belas gelar Liga
Primer Inggris. Siapa lagi kalau bukan Sir Alex Ferguson. Fergie, demikian
sebutannya, melatih Manchester United sejak 8 November 1986 hingga 30 Juni
2013. Total ia membukukan 1.242 pertandingan dalam menangani Setan Merah dengan
rerata poin mencapai 2,06 per pertandingan. Ia menangani United pertama kali
saat kalah dari Oxford United dengan skor 2-0 di tanggal 8 November 1986 dan
ditutup dengan skor besar 5-5 melawan West Bromwich Albion pada tanggal 19 Mei
2013.
Dari 1.242 pertandingan, Fergie mempersembahkan 767 kemenangan,
262 seri, dan hanya 213 kali kalah bagi United. Dalam situs premierleague.com, Fergie dinobatkan
sebagai pelatih paling sukses dalam sejarah sepakbola Britania, tentu dengan
raihan 13 gelar Liga Primer Inggris. Sebuah angka yang sangat sulit bahkan
hampir mustahil terkejar bahkan oleh pelatih-pelatih top macam Pep Guardiola.
Menurut Speakers Associates, Fergie
juga menjadi pelatih paling dikagumi dan dihormati dalam sejarah sepakbola.
Menggantikan Ron Atkinson sebagai pelatih atau manajer United,
awalnya Fergie diragukan bakal bisa bertahan hingga 27 tahun. Ia baru bisa
memberi gelar pertama berupa Piala FA di tahun keempatnya. Meskipun saat itu,
ia juga meraih gelar Piala Winners dan Piala Super UEFA.
Awal kesuksesan Fergie dimulai ketika munculnya “Class of 92” yang
terdiri dari pemain-pemain muda berbakat, dan kelak menjadi pemain penting bagi
United, seperti Ryan Giggs, David Beckham, Gary Neville, Phil Neville, Paul
Scholes, dan Nicky Butt. Keberadaan pemain-pemain ini disebut sebagai basis
utama kesuksesan awal Fergie di United. Tiga di antara mereka menjadi pemain
paling sering yang dimainkan Fergie selama 27 karirnya di United. Ryan Giggs
menjadi paling sering bermain di bawah Fergie dengan total 897 pertandingan,
disusul Paul Scholes sebanyak 708, dan Gary Neville sebanyak 597 kali.
Fergie dikenal memiliki filosofi kepemimpinan yang unik sehingga
Harvard Business School menjadikan pendekatan Fergie sebagai salah satu materi
dalam salah satu sekolah bisnis terbaik di dunia tersebut. Pasalnya, berkat
Fergie, United tumbuh menjadi mengutip slogan Barcelona, lebih dari sekadar
klub. United berkembang menjadi waralaba olahraga paling besar dan berharga di
dunia, dengan jutaan fans melintasi benua di seluruh dunia. Diyakini bahwa
faktor utama keberhasilan United, yang sampai saat ini masih masuk dalam daftar
3 besar klub sepakbola termahal di dunia, adalah pengembangan bakat, manajemen
organisasi, motivasi dan komunikasi ala Fergie.
Fergie dikenal pandai mengoles pemain yang sebenarnya tidak
memiliki bakat spesial menjadi seorang pemain penting. Menurutnya kuncinya
terletak pada komunikasi dengan sang pemain. Ia menanamkan sikap disiplin bagi
pemainnya sekaligus mendukung pengembangan pemain tersebut. “Class of 92”
adalah contoh sukses bagaimana Fergie berhasil mengembangkan pemain-pemain
sepakbola menjadi berkelas dunia. Ia juga dinilai sukses dalam mengembangkan
akademi klub sehingga United juga dikenal produktif menghasilkan pemain muda.
Buahnya bahkan masih dinikmati hingga kini seperti Marcus Rashford, Tahit
Chong, hingga Mason Greenwood.
Fergie juga dikenal dapat menjadi sangat tegas dan disiplin
terhadap pemain-pemainnya ketika performa jeblok. Hal ini memunculkan istilah hairdryer treatment, yang mulai populer
sejak 1990an. Jika United bermain buruk di babak pertama, Fergie akan memarahi
para pemainnya habis-habisan. Hal itu terbukti berhasil ketika United sering
kali membalikkan keadaan menjadi unggul dan menang ketika mereka tertinggal di
babak pertama. Salah satu momen paling fenomenal adalah di final Liga Champions
musim 1999-2000 ketika dua gol di injury time membuat United mengalahkan Bayern
Munchen yang sebelumnya unggul 1-0. Istilah hairdryer
treatment sendiri diberikan oleh mantan pemain United, Mark Hughes.
Meski demikian, Fergie sejatinya tidak memiliki satu konsep
formasi yang menjadi andalannya selama berkarir menjadi pelatih United. Fergie
disebut hanya mencontek formasi-formasi yang sudah lebih dulu ditemukan dan
dikembangkan oleh pelatih-pelatih lain. Sepanjang karirnya Fergie paling gemar
menggunakan formasi standar dalam sepakbola 4-4-2. Tetapi dalam sebuah
wawancara Fergie mengungkapkan bahwa sebenarnya ia kerap mengganti formasi itu
ketika pertandingan berlangsung menjadi 4-4-1-1, 4-2-3-1, dan 4-3-3, tergantung
pada situasi pertandingan. Tetapi apapun formasinya Fergie menekankan karakter
pemainnya untuk menag, mengumpan dan menyerang ala Skotlandia yang agresif dan
dominan.
Warisan yang ditinggalkan Fergie hingga kini masih menjadikan
United salah satu tim papan atas di Inggris dan dunia. Meski demikian, United
saat ini tengah berjuang untuk mengembalikan dominasinya karena hingga kini
masih belum menemukan pengganti sepadan dari Fergie.
Sumber : https://Beritamu.co.id/sir-alex-ferguson-tak-ada-ganti-hingga-kini/7437/