Jakarta, CNBC Indonesia – Kedatangan ‘anak baru’ yang disokong Grup Telkom, PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), di bursa berpotensi bakal semakin meramaikan persaingan bisnis emiten menara telekomunikasi di Tanah Air.
Mitratel dijadwalkan akan melantai di bursa pada 22 November mendatang dan menargetkan perolehan dana dari masa penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) ini hingga Rp 24,90 triliun.
Apabila terealisasi dengan harga maksimal Rp 975 dari range Rp 775-Rp 975/saham, maka ini akan menjadi yang terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI), mengalahkan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) Rp 22 triliun di 6 Agustus silam.
Sebelumnya, beberapa emiten yang disokong konglomerasi raksasa sudah ‘manggung’ lebih dahulu di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sebut saja, ada PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) yang dimiliki Grup Saratoga, PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) milik Grup Djarum.
Kemudian, ada PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (IBST) milik Grup Sinar Mas dan PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk (CENT) yang sebagian sahamnya dimiliki Grup Northstar. Tidak ketinggalan, ada PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR) yang lebih dari 90% sahamnya baru saja dicaplok oleh TOWR.
Lantas, bagaimana peta persaingan emiten-emiten di atas?
Di bawah ini Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas secara ringkas kekuatan masing-masing emiten tersebut.
Sebagai gambaran, perusahaan menara telekomunikasi berperan sebagai penyedia infrastruktur bagi operator jaringan seluler (mobile network operators/MNO), seperti Telkomsel, Indosat, XL Axiata, dan lain sebagainya.
Mari kita bahas satu per satu.
Mitratel
Mitratel mulai masuk ke bisnis menara telekomunikasi sejak tahun 2008. Menurut penjelasan di website perusahaan, semua operator seluler Indonesia telah menjadi penyewa (tenant) dengan menempatkan perangkat BTS-nya di menara Mitratel.
Dalam prospektus IPO perusahaan, jumlah menara telekomunikasi Mitratel per semester I 2021 sebanyak 23.232 menara. Adapun secara pro forma jumlah total menara Mitratel 28.030, setelah akuisisi 4.000 menara telekomunikasi dari Telkomsel dan 798 Menara telekomunikasi dari Telkom selesai pada Q3 2021.
Menurut data dari prospektus IPO Mitratel, jumlah menara tersebut menjadi yang terbesar dibandingkan para pesaing terdekatnya, yakni PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo)–anak usaha TOWR–sebesar 21.575 menara dan TBIG sebanyak 19.709 menara.
Khusus Protelindo, jumlah tersebut belum mempertimbangkan penggabungan jumlah menara Protelindo dengan milik SUPR, yakni sebanyak 6.410 menara, yang baru saja diakuisisi.
Kemudian, rasio penyewaan (tenancy ratio) setelah pro forma sebesar 1,50 kali. Rasio penyewaan Mitratel, mengacu pada data prospektus IPO Mitratel, masih tergolong kecil dibandingkan dengan emiten lainnya.
Nantinya, manajemen menjelaskan dalam prospektus, perseroan berupaya mencapai tenancy ratio sekitar 1,9 kali dalam jangka menengah.
Secara sederhana, tenancy ratio adalah jumlah total penyewaan yang dimiliki sebuah perusahaan menara telekomunikasi atau MNO di menaranya dibagi dengan jumlah total menara.
Hingga 30 Juni 2021 lalu, perusahaan membukukan laba tahun berjalan senilai Rp 700,7 miliar. Nilai ini meningkat signifikan dari laba di periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 153,7 miliar atau terjadi pertumbuhan 355,88% secara tahunan (year on year/YoY).
Namun, laba bersih tengah tahun ini Mitratel tercatat lebih kecil 58% dari laba bersih TOWR, tetapi sedikit lebih besar dari TBIG.
Sedangkan dari pos pendapatan di periode yang sama tercatat pendapatan perusahaan senilai Rp 3,22 triliun, naik dari Rp 2,90 triliun akhir Juni 2020 lalu atau tumbuh 10,94% YoY.
Pendapatan paruh pertama Mitratel tahun ini terhitung masih lebih kecil dari TOWR dan lebih besar dari emiten milik TBIG.
Foto: Prospektus IPO Mitratel, 26 Oktober 2021
Prospektus IPO Mitratel, 26 Oktober 2021
Kemudian, tercatat nilai aset perusahaan mencapai Rp 23,25 triliun, terdiri dari aset lancar sebesar Rp 3,61 triliun dan aset tidak lancar senilai Rp 26,64 triliun.
Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia sebelumnya, aset Mitratel sedikit lebih kecil dari nilai aset TOWR (Rp 34,65 triliun) dan TBIG (Rp 41,83 triliun) per semester I 2021.
Perusahaan memiliki nilai liabilitas sebesar Rp 18,57 triliun, dengan liabilitas jangka pendek Rp 7,11 triliun dan jangka panjang senilai Rp 11,43 triliun.
Nilai ekuitas perusahaan anak usaha Telkom ini mencapai Rp 13,68 triliun.
NEXT: Raksasa Pesaing Mitratel dari Grup Djarum & Saratoga
Demikian berita mengenai ‘Perang’ Telkom-Saratoga-Djarum-Northstar di Bisnis Menara, ikuti terus update berita dari kami
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20211027142358-17-286939/perang-telkom-saratoga-djarum-northstar-di-bisnis-menara
Beritamu.co.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, hingga posisi September 2024, penyaluran kredit UMKM…
Beritamu.co.id – Hingga Jumat (15/11/2024) sejumlah bandara dan penerbangan di sekitar wilayah erupsi Gunung…
Beritamu.co.id – Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Keberlanjutan dan…
Beritamu.co.id – Sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan investor saham syariah serta memberikan apresiasi kepada stakeholders…
Beritamu.co.id - Data perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama sepekan perdagangan pada…
Beritamu.co.id – Satuan Tugas (Satgas) Penurunan Harga Tiket Pesawat yang terdiri dari Kementerian Koordinator…