Jakarta, CNBC Indonesia – Setelah tertahan di zona merah sepanjang perdagangan, rupiah berakhir stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (28/10).
Pelaku pasar kini menanti data pertumbuhan ekonomi AS yang akan dirilis malam ini.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% di Rp 14.180/US$. Depresiasi rupiah membengkak hingga 0,25% di Rp 14.205/US$. Nyaris sepanjang perdagangan rupiah tidak jauh-jauh dari Rp 14.200/US$, sebelum akhirnya bangkit di menit-menit akhir perdagangan dan stagnan di Rp 14.170/US$.
Pelaku pasar menanti rilis data produk domestik bruto (PDB) AS yang dapat memberikan gambaran bagaimana kinerja ekonomi, dan memproyeksikan kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed).
Hasil polling Reuters menunjukkan produk domestik bruto (PDB) AS “hanya” tumbuh 2,8% di kuartal III-2021, melambat dari sebelumnya 6,7%. Bahkan, ada kemungkinan ekonomi tak bertumbuh sama sekali pada kuartal kemarin, mengingat platform GDPNow milik bank sentral (Federal Reserve/The Fed) Atlanta menurunkan estimasinya menjadi 0,2%.
Meski demikian, para ekonom sebagaimana dilaporkan CNBC International tidak begitu cemas akan pelambatan ekonomi AS. Sebab, ada banyak faktor yang memicu pelambatan, tetapi utamanya akibat masalah tersendatnya supply.
Sementara itu China kembali memunculkan kecemasan bagi pasar finansial global. China kembali mengalami kenaikan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19). Dalam sepekan terakhir, rata-rata pasien positif bertambah 44 orang per hari. Melonjak dibandingkan rerata tujuh hari sebelumnya yaitu 28 orang saban harinya.
Secara nominal, angka penambahan kasus di Negeri Tirai Bambu memang kecil. Namun pemerintah China menganut kebijakan tiada toleransi untuk urusan Covid-19 (zero Covid-19 strategy).
Jadi walau angka kecil, tren kenaikan sudah cukup buat pemerintah memberlakukan lockdown.
Hal tersebut tentunya membuat sentimen pelaku pasar cukup memburuk, mengingat China merupakan negara dengan perekonomaian terbesar kedua di dunia.
Selain itu, sektor properti China juga memberikan kecemasan. Satu lagi perusahaan properti kesulitan membayar kewajibannya, menyusul Evergrande Group, Fantasia Holdings dan Sinic Holdings, yakni Modern Land.
Reuters mengabarkan bahwa emiten bursa Hong Kong tersebut telah melewatkan pembayaran kupon obligasi, menambah kekhawatiran tentang dampak yang lebih luas dari krisis utang di sektor properti China.
Pekan lalu Modern Land telah menyatakan akan menunda pembayaran bunga obligasi yang jatuh tempo Senin, 25 Oktober kemarin dan akan membayar sebagian darinya senilai US$ 250 juta atau setara dengan Rp 3,62 triliun dalam 3 bulan ke depan.
Kabar dari China tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, yang berdampak negatif yang membuat rupiah tertahan di zona merah nyaris sepanjang perdagangan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(pap/pap)
Demikian berita mengenai Antisipasi Ekonomi Amerika Mandek, Rupiah Batal Melemah!, ikuti terus update berita dari kami
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20211028151638-17-287289/antisipasi-ekonomi-amerika-mandek-rupiah-batal-melemah
Beritamu.co.id – Sinar Mas Land melalui Digital Hub dan Living Lab Ventures (LLV) sukses…
Beritamu.co.id – Harga Bitcoin terus melambung melewati level USD 93,000, dengan kapitalisasi pasar menembus…
Beritamu.co.id - PT Digital Mediatama Maxima Tbk (IDX: DMMX) dengan bangga memperkenalkan solusi ritel…
Beritamu.co.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, hingga posisi September 2024, penyaluran kredit UMKM…
Beritamu.co.id – Hingga Jumat (15/11/2024) sejumlah bandara dan penerbangan di sekitar wilayah erupsi Gunung…
Beritamu.co.id – Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Keberlanjutan dan…