Jakarta, BeritaMu.co.id – Di tengah krisis energi yang sedang dihadapi, kondisi likuiditas bisnis di pasar properti yang masih belum stabil membuat pemerintah China harus berpikir lebih keras lagi untuk menyelamatkan perekonomian negara ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.
Pada Agustus lalu, dunia dihebohkan oleh fakta bahwa pengembang raksasa asal China, Evergrande, memiliki utang yang nyaris mencapai 2 triliun yuan (US$ 309 miliar) atau setara dengan Rp 4.418 triliun (kurs Rp 14.300/US$) yang tercatat dalam neraca keuangan perusahaan.
Sementara itu kas atau setara kas Evergrande hanya sepersepuluh dari jumlah tersebut, menyebabkan likuiditas perusahaan benar-benar seret dan tidak bisa melunasi pembayaran kepada investor atas surat utang yang diterbitkan.
Hingga saat ini perusahaan telah melewatkan tiga kali kewajiban pembayaran atas obligasi berdenominasi dolar kepada investor di luar China daratan, dengan total mencapai US$ 281 juta atau setara Rp 4 triliun terhadap surat utang luar negerinya.
Utang jatuh tempo ini memiliki masa tenggang (grace period) 30 hari untuk terlewatkan pembayaran pertama yang akan segera jatuh tempo pada akhir pekan ini.
Kondisi yang dirasakan Evergrande tidak eksklusif disebabkan oleh buruknya manajemen perusahaan, akan tetapi diperparah juga oleh sistem yang bobrok yang telah lama dianut demi mengejar profit dan dibiarkan oleh pemerintah negeri Xi Jinping untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dari sektor tersebut.
Berikut sejumlah fakta krisis yang dialami Evergrande dan dampak turunannya, dirangkum Tim Riset BeritaMu.co.id.
Aturan baru dan nasib sama pengembang lain
Buruknya sistem yang telah sekian lama telah menjadi pakem bisnis yang dijalankan, di mana perusahaan memanfaatkan utang sebesar-besarnya sebagai modal kerja usaha menyebabkan pemerintah China menerapkan aturan baru yang disebut ‘three red lines.’
Secara umum aturan ini dibuat untuk menekan pertumbuhan utang perusahaan dengan mengatur batasan tiga rasio kredit utama untuk menjaga likuiditas perusahaan tetap di zona yang aman.
Aturan yang relatif baru diperkenalkan tersebut ternyata tidak mampu menyelamatkan perusahaan-perusahaan pengembang lain yang satu persatu mulai merasakan efek domino dari gagal bayar yang dialami Evergrande.
Investor domestik dan internasional tidak lagi hanya menghindari obligasi Evergrande yang hancur lebur, melainkan surat utang yang dikeluarkan oleh pengembang lain juga ikut merosot. Sementara itu bank-bank dengan eksposur ke sektor properti China saat ini berada di bawah pengawasan.
Pengembang properti kelas menengah Fantasia Holdings melewatkan pembayaran obligasi senilai US$ 205,7 juta, ditambah dengan unit bisnis perusahaan yang secara terpisah juga gagal membayar pinjaman sebesar US$ 108 juta.
Sedangkan pengembang properti lain seperti Modern Land dan Sinic Holdings mencoba untuk menunda tenggat waktu pembayaran.
Dilansir Nikkei Asia, pengembang Sinic Holdings yang berbasis di Shanghai mengatakan pada Senin (11/10) malam, bahwa kemungkinan mereka tidak sanggup untuk membayar pokok atau bunga yang jatuh tempo pada Senin (18/10) kemarin untuk obligasi US$ 250 juta atau setara Rp 3,58 triliun, membuat kemungkinan gagal bayar semakin nyata.
Hingga Senin tadi mala, belum ada kabar dari pengembang properti itu, CNBC International telah menghubungi perusahaan tersebut.
Pada hari yang sama, Modern Land (China) meminta investor untuk perpanjangan 3 bulan pada obligasi US$ 250 juta yang akan jatuh tempo 25 Oktober.
Xinyuan Real Estate, perusahaan properti lainnya mengharapkan 90% dari pemegang obligasi untuk menerima tawaran penukaran obligasi dua tahun baru menggantikan obligasi US$ 229 juta yang jatuh tempo Jumat ini.
NEXT: Simak Fakta Lainnya
Demikian berita mengenai Fakta-fakta Krisis Evergrande, ‘Bom Waktu’ yang Siap Meledak!, ikuti terus update berita dari kami
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20211015154012-17-284263/fakta-fakta-krisis-evergrande-bom-waktu-yang-siap-meledak
Beritamu.co.id – Gerakan pelestarian lingkungan kini semakin masif digalakkan oleh seluruh sektor industri, tak…
Beritamu.co.id - PT Bukit Teknologi Digital (BTech), anak perusahaan dan lini penelitian dan pengembangan…
Beritamu.co.id - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan sore akhir pekan ini, Jumat…
Beritamu.co.id - Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan Indonesia pada Oktober…
Beritamu.co.id - SIAL Interfood, pameran internasional makanan dan minuman, kembali diselenggarakan di Indonesia bertempat…
Beritamu.co.id - Dunia terus bertransformasi, dan sektor keuangan pun tak luput dari perubahan. Perkembangan…