Beritamu.co.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi mulai ditinggal penggemarnya.
Capital inflow pada akhir pekan kemarin tercatat sebesar RP 3 T, dan ini merupakan sesuatu yang sudah ditakdirkan.
Pasalnya, pesona saham yang begitu luar biasa, membuat pelaku pasar dan investor tak berdaya sehingga membuat pelaku pasar dan investor memindahkan sebagian portfolionya kepada investasi saham.
Namun demikian, pelaku pasar dan investor masih menyisakan portfolio investasinya dalam bentuk obligasi.
Namun demikian, kami menyakini bahwa volatilitas masih ada, meskipun mulai terbatas karena sudah terdorong rasa optimis dan keyakinan akan pemulihan ekonomi. Tapi ingat lho, 2 factor yang belum bisa menghilang adalah potensi adanya gelombang ke-3 dari Covid 19 pada bulan December dan pertemuan The Fed pada bulan November mendatang sebagai bagian dari pengumuman akan Taper Tantrum.
Adapun pada pekan ini, kami perkirakan investor asing masih akan berjalan keluar dari portfolio obligasi. Sejauh ini, kepemilikkan obligasi di dalam obligasi terus mengalami penurunan hingga menyentuh level 21%. Hal ini yang di perkirakan akan terus mendorong penurunan kepemilikkan pasar obligasi.
“Pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah dengan potensi melemah terbatas. Kami merekomendasikan wait and see,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Senin (11/10/2021).
Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;
1.DONGENG BANK SENTRAL
Saat ini, banyak Bank Sentral yang mulai mengurangi pembelian obligasinya di pasar, atau stimulus yang sebelumnya mereka berikan pada saat perekonomian mengalami penurunan akibat Covid 19 tahun lalu. Kini dunia telah bangkit, pemulihan terlihat semakin nyata dan terasa. Hal inilah yang membuat beberapa negara seperti Norwegia, Brazil, Meksiko, Korea Selatan, dan Selandia baru untuk menaikkan tingkat suku bunga. Pertanyaannya sederhana, apakah ini langkah pre-emptive yang dilakukan oleh berbagai Bank Sentral di seluruh dunia, ataukah mereka memang yakin untuk menaikkan tingkat suku bunga karena pemulihan ekonomi kian pasti di negara mereka? Atau mungkin juga mereka khawatir bahwa inflasi tidak akan mudah mengalami penurunan karena mereka memiliki proyeksi bahwa inflasi hanyalah sementara? Nah yuk kita cari tahu, kemana cerita selanjutnya dari Bank Sentral. Saat ini kami melihat inflasi di semua negara berjalan dengan konsisten dan belum ada tanda tanda penurunan karena kekuatan perekonomian yang kian menunjukkan existensinya. Inflasi terlihat semakin bertahan akibat adanya gangguan pasokan yang menyebabkan rantai pasokan menjadi terganggu, ditambah lagi dengan adanya krisis energi di berbagai negara yang mendorong harga komoditas mengalami kenaikkan. Nah masalahnya adalah ketika aktivitas perekonomian di buka, permintaan mengalami kenaikkan karena banyaknya dana yang siap untuk di belanjakan. Sehingga saat ini Bank Sentral tengah galau akan mana yang akan menjadi prioritas mereka. Kami khawatir banyak Bank Sentral yang cukup khawatir bahwa pemulihan akan menjadi melambat seperti yang terjadi di China saat ini. Sejauh ini kebijakan moneter yang lebih ketat di harapkan dapat membantu mengatasi inflasi, namun alih alih akan menambah tekanan terhadap perekonomian. Inflasi yang diproyeksikan akan sebentar namun tidak semudah menghilang tertiup angin. Bahkan inflasi diperkirakan akan bertahan lebih lama dari yang di harapkan. IMF sendiri memperkirakan bahwa di negara maju, inflasi akan mengalami penurunan setidaknya hingga berada di kisaran 2%. Yuk kita coba ulas satu persatu Bank Sentral yang memberikan pengaruh terhadap pergerakan saham maupun obligasi, kita mulai dari; 1. The Fed. Powell merupakan salah satu sosok yang selalu dinantikan sepanjang tahun ini. Powell yang kerap kali bersikap tenang juga merupakan salah satu pemimpin Bank Sentral yang berhasil membawa The Fed melewati masa masa sulit dalam menghadapi Covid 19. Powell sendiri juga sudah semakin yakin untuk mulai mengumumkan fase Taper Tantrum yang akan dimulai pada bulan November mendatang. Inflasi di Amerika sejauh ini konsisten untuk berada di level di atas 5%, yang membuatnya khawatir adalah bahwa inflasi dapat bertahan lebih lama di level ini. Sejauh ini para pejabat The Fed juga melihat bahwa kenaikkan tingkat suku bunga mungkin terjadi pada tahun 2023 mendatang setelah fase Taper Tantrum usai, namun menilik situasi dan kondisi yang terjadi saat ini terkait dengan inflasi, kami melihat bahwa ada kemungkinan The Fed akan menaikkan tingkat suku bunga pada akhir tahun 2022 untuk menjaga inflasi agar tetap terkendali. Namun asumsi ini dipakai apabila ternyata inflasi tidak bisa di kendalikan kedepannya pemirsa. 2. Bank Sentral Eropa. Tidak seperti The Fed yang memiliki 2 tujuan utama, yaitu inflasi dan ketenagakerjaan, Bank Sentral Eropa hanya memiliki 1 tujuan yaitu inflasi. Dan pada akhirnya tujuan itu mulai terpenuhi, pasalnya inflasi di Eropa mulai mengalami kenaikkan lebih dari 3% secara YoY, sehingga hal tersebut membuat para pembuat kebijakan di Bank Sentral Eropa akan melakukan pembaharuan kebijakan utama pada bulan December mendatang untuk membuat proyeksi kemajuan perekonomian hingga 2024 mendatang. Lagarde sendiri kemarin memutuskan untuk memangkas pembelian obligasinya dibawah 1.85 triliun euro atau $2.2 triliun pada kuartal 4 2021 mendatang, dan akan berakhir pada bulan Maret 2022 mendatang. Skema stimulus setelah 2021 masih terus dibahas dan menjadi perdebatan, karena masih banyak para pejabat yang menganjurkan Bank Sentral Eropa untuk lebih flexible dalam menghadapi perubahan kebijakan. 3. Bank Sentral Jepang. Ditengah perubahan komposisi pemerintahan yang ada saat ini, Gubernur Bank Sentral Jepang, Haruhiko Kuroda berkesempatan untuk bekerja sama dengan Perdana Menteri baru nantinya, yaitu Fumio Kishida. Bank Sentral jepang sendiri sudah memutuskan untuk terus melanjutkan dukungan terhadap perekonomian dengan terus memberikan stimulus hingga Maret 2022 mendatang. Dewan kebijakan Bank Sentral Jepang masih akan terus mengawasi dan melihat apakah pemulihan dapat mendorong permintaan mengalami kenaikkan atau tidak. Sejauh ini pemulihan ekonomi di Jepang mulai menunjukkan tanda tanda, apalagi lockdown telah dibuka dan penetrasi vaksin terus mengalami peningkatan. Oleh sebab itu harapannya adalah inflasi yang selama ini selalu berada dibawah target, akan mengalami kenaikkan sama seperti negara negara lainnya. Namun sayangnya kami melihat bahwa inflasi masih akan sangat sulit mengalami kenaikkan, oleh sebab itu kami melihat stimulus masih akan diberikan untuk waktu yang lebih lama dari pada tetangga Bank Sentral Jepang itu sendiri. Ketertinggalan Bank Sentral Jepang yang jauh dibelakang akan sangat sulit bagi Bank Sentral Jepang untuk menghentikan stimulus. 4. Bank Sentral China. China merupakan salah satu negara yang pulih lebih cepat dan menjadi lokomotif pertumbuhan dan pemulihan ekonomi global. Namun masalahnya adalah pemulihan ekonomi kian melambat dalam beberapa bulan terakhir, meskipun saat ini PMI manufacturing, composite, dan services mulai kembali mengalami pemulihan dan bergerak di atas 50. Bank Sentral China mulai bertahap membatasi perkembangan kredit untuk mengatasi risiko keuangan tahun ini. Namun pemulihan perekonomian yang kian melambat, membuat Bank Sentral China berfikir 2 kali untuk menghentikan stimulus, oleh sebab itu Bank Sentral China mulai melakukan pengurangan Giro Wajib Minimum, agar bank bank yang ada di China memiliki likuiditas yang terjaga untuk meningkatkan pinjaman bagi usaha kecil yang dirugikan dari dampak kenaikkan harga komoditas. Risiko pertumbuhan ekonomi yang kian mengalami pelemahan membuat Bank Sentral China semakin hati hati dalam menerapkan kebijakan. Apabila prospek pelemahan ini terus berlanjut, maka bukan tidak mungkin Bank Sentral China akan kembali menurunkan Giro Wajib Minimumnya ditambah dengan pemangkasan tingkat suku bunga. Well, masih banyak kisah lainnya dari Bank Sentral, bahasan berikutnya kita akan membahas dari negara negara Emerging Market ya yang dimana mereka berada di posisi yang rentan terkait dengan Taper Tantrum tidak terkecuali Indonesia yang kembali masuk pada tahun 2021 ini dengan kategori negara yang memiliki tingkat kerentanan bersama 10 negara lainnya dalam menghadapi Taper Tantrum. Pemulihan ekonomi kian berlanjut, inflasi konsisten mengalami kenaikkan, hanya tinggal pertanyaannya. Seberapa besar ekonomi menyakinan untuk mendorong pemulihan ekonomi untuk terjadi secara berkelanjutan? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
https://pasardana.id/news/2021/10/11/analis-market-11102021-pasar-obligasi-berpotensi-melemah-terbatas/
Beritamu.co.id - Manager Humas KAI Daop 1 Jakarta, Ixfan Hendriwintoko menginformasikan tiket kereta api…
Beritamu.co.id - Jap Astrid Patricia selaku Komisaris PT Prima Globalindo Logistik Tbk (IDX: PPGL)…
Beritamu.co.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Lembaga Keuangan…
Beritamu.co.id - PT BRI Multifinance Indonesia (BRI Finance) kembali hadir dalam KPR BRI Property…
Beritamu.co.id - PT Delta Dunia Makmur Tbk (Delta Dunia Group) (IDX: DOID), melalui anak…
Beritamu.co.id - PT Unilever Indonesia Tbk (IDX: UNVR) menyampaikan Laporan Informasi atau Fakta Material…