Beritamu.co.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, lagi lagi, pasar obligasi bergerak seperti keadaan mati suri.
Ditengah situasi dan kondisi saat ini, memang pasar obligasi mengalami kenaikkan dan penurunan, tapi sangat minim pergerakan. Rentang pergerakan hanya sebesar 30 – 50 bps, bahkan ada yang kurang dari itu.
Pertemuan Bank Sentral akan dimulai pekan depan, wait and see masih menjadi sebuah saksi bagi pelaku pasar dan investor untuk dapat bergerak setelah pertemuan tersebut usai.
Fokus utamanya adalah, melihat seberapa besar peluang Taper Tantrum, dan kenaikkan tingkat suku bunga akan terjadi karena akan memberikan pengaruh terhadap pergerakan pasar obligasi. Meskipun porsi kepemilikan asing masih dibawah 25%, namun bukan berarti kita aman dari volatilitas.
Yang harus diperhatikan adalah bagaimana cara kita menunggangi volatilitas di pasar, khususnya dengan kehadiran ketidakpastian untuk dapat terus bergerak maju kedepan dan menciptakan portfolio yang menguntungkan.
“Nah pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan dibuka bervariatif dengan rentang pergerakan 30 – 60 bps. Lebih dari itu diikuti dengan volume yang cukup akan menjadi penggerak pasar, meskipun minim. Kami merekomendasikan wait and see,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Jumat (17/9/2021).
Adapun cerita di hari ini akan kita awali dari;
1.IMF PUNYA CERITA
Ditengah situasi dan kondisi yang penuh dengan tekanan, muncul masalah baru dari sebuah Lembaga Keuangan Internasional. Managing Director IMF Kristalina Georgieva dipanggil oleh World Bank kemarin untuk memberikan penjelasan terhadap penyelidikan laporan Doing Business yang dimana dalam laporannya mendorong posisi China untuk mengalami peningkatan dalam peringkat ekonomi. Georgieva sendiri tidak setuju dengan temua tersebut, karena laporan tersebut dibuat oleh Perusahaan di luar dari World Bank. Pasalnya, world bank mengatakan bahwa ada masalah etika yang sangat serius dalam penyelidikannya terhadap laporan doing business sehingga diminta untuk mengabaikan laporan pada seri tersebut. Dalam laporan 2018, yang dirilis pada bulan October 2017, China seharusnya menempati nomor 85, bukan di sebelumnya yang berada di nomor 78 kata World Bank dalam rilisnya pada bulan September. Perubahan data China dalam Doing Business Edisi tersebut tampaknya merupakan hasil dari tekanan yang diberikan oleh pemimpin dunia dalam membuat laporan Doing Business. Georgieva sendiri mengatakan bahwa dirinya tidak setuju dengan temuan dan interpretasi tersebut, dimana ada penyimpangan data dalam laporan Doing Business 2018 silam. Georgiva sendiri sudah mengatakan kepada Dewan IMF pada pertemuan Kamis kemarin, bahwa dirinya sudah mengetahui bahwa laporan tersebut akan datang, namun Georgieva lebih memilih untuk bekerja seperti biasanya. Kementrian Keuangan Amerika langsung menyampaikan akan meninjau laporan tersebut. Hal ini dilakukan karena Amerika memiliki peran yang sangat besar dalam mengambil keputusan tersebut, karena bobot suaranya sendiri yang cukup besar. Sejauh ini cukup banyak anggota parlement yang menentang perluasan dukungan terhadap World Bank dan IMF. Bagi Kementrian Keuangan Amerika sendiri, mereka mengatakan bahwa ini merupakan temuan yang sangat serius, sehingga tentu saja ini menjadi tanggung jawab untuk menegakkan integritas lembaga keuangan internasional. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional juga mengatakan bahwa laporan tersebut akan menjadi meresahkan apabila tidak segera di selesaikan. Oleh sebab itu Pemerintah akan berkomitment untuk menegakkan integritas Lembaga lembaga yang ada seperti IMF. Georgieva sendiri diperkirakan akan menyampaikan laporan dari World Bank pada semua staf IMF pada hari ini, Jumat 17 September 2021. Forum diskusi tersebut di laporan untuk membahas prioritas kebijakan IMF menjelang pertemuan tahunan IMF dengan World Bank pada bulan depan. Kasus ini bermula sebetulnya pada tahun 2017 hingga 2018, dimana management Bank Dunia kala itu diisukan dengan negosiasi yang sangat sensitive terkait dengan pemberi modal pinjaman yang dimana saat itu China cukup khawatir terkait dengan hasil dari perhitungan ulang dari proses tersebut. Presiden Bank Dunia kala itu, Jim Yong Kim berdiskusi dengan Georgieva karena tingginya tensi dalam perhitungan tersebut. Para pejabat China berulang kali mengatakan kepada Kim dan pejabat tinggi Bank Dunia lainnya bahwa laporan Doing Business 2017 telah gagal mencerminkan reformasi yang terjadi di China. Karena data yang masuk mengalami pengurunan, maka dari itu para staf membahas opsi untuk memasukkan data dari Taiwan dan Hong Kong. Georgieva sendiri mengatakan bahwa dirinya mengesampingkan masalah Hong Kong kala itu karena terkait masalah politik. Dalam pointnya ketika pengukuran tersebut di lakukan, meskipun kota kota besar di China diberikan bobot yang lebih besar dengan harapan dapat mengubah data dari China, ternyata hal tersebut tidak cukup berdampak. Oleh sebab itu, para pejabat saat ini menyimpulkan bahwa indicator hukum merupakan alas an yang ideal kala itu untuk dapat mengubah penilaian China sehingga China dapat mempertahankan peringkat sebelumnya. Apa yang dilakukan oleh Georgieva setelah perubahan data tersebut, ternyata China mengkonfirmasi perubahan tersebut. WillmerHale salah satu firma hukum mengatakan bahwa tidak ada bukti bahwa Kim telah secara langsung memerintahkan perubahan data yang tidak sah pada data milik China, meskipun Manager dari Doing Business mengatakan bahwa assistant dari Presiden Kim telah bertindak atas Namanya. Laporan Doing Business sendiri sebetulnya memainkan peranan yang sangat penting bagi Emerging Market, pasalnya hal ini memberikan sebuah gambaran terhadap Investasi Asing yang akan masuk ke dalam negara tersebut. Namun integritas dari laporan tersebut memang sudah diperdebatkan dalam kurun beberapa waktu terakhir. Dalam laporannya pada hari Kamis kemarin, IMF mengatakan bahwa dengan meninjau semua Informasi yang tersedia hingga saat ini, termasuk temuan dalam tinjauan sebelumnya termasuk audit, dan laporan bank yang dirilis kemarin, atas nama Dewan Direktur Eksekutif, Management World Bank telah mengambil keputusan untuk menghentikan laporan Doing Business. IMF dan World Bank sendiri sebetulnya sering kali mengahadapi masalah etika dalam bertahan tahun lamanya. Hal ini yang menjadi perhatian terhadap pelaku pasar dan investor sejauh mana independensi dari sebuah Lembaga keuangan menjadi tolok ukur dan acuan bagi negara negara lainnya. Kami melihat bahwa laporan yang diterbitkan oleh lembaga keuangan seharusnya merupakan laporan yang memang memberikan sebuah gambaran terhadap kinerja dari negara tersebut. Dan apabila laporan tersebut memang disalah gunakan, tentu hal ini akan memberikan kekecewaan khususnya terhadap investor. Namun sejauh mana data dan kepentingan dari data Doing Business itu digunakan, sejauh itu pula tampaknya beban yang ditimbulkan akan menjadi lebih besar. Well, semoga ada harapan yang lebih baik bagi lembaga keuangan untuk berbenah, karena laporan dari mereka tentu akan menjadi sebuah pandangan dan garis terhadap kinerja negara itu sendiri.
https://pasardana.id/news/2021/9/17/analis-market-1792021-pasar-obligasi-diperkirakan-bervariatif/
Beritamu.co.id - Broker yang menjadi bagian dari Doo Group, Doo Financial, berekspansi ke Indonesia…
Beritamu.co.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pertemuan bilateral dengan Financial Supervisory Service (FSS)…
Beritamu.co.id – Sinar Mas Land melalui Digital Hub dan Living Lab Ventures (LLV) sukses…
Beritamu.co.id – Harga Bitcoin terus melambung melewati level USD 93,000, dengan kapitalisasi pasar menembus…
Beritamu.co.id - PT Digital Mediatama Maxima Tbk (IDX: DMMX) dengan bangga memperkenalkan solusi ritel…
Beritamu.co.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, hingga posisi September 2024, penyaluran kredit UMKM…