Jakarta, BeritaMu.co.id – Indeks S&P 500 dan Dow Jones di bursa saham Amerika Serikat (AS) atau bursa Wall Street mencapai rekor tertinggi pada perdagangan Senin (16/8/2021) waktu setempat. Hal ini terjadi seiring sikap investor yang cenderung beralih ke saham sektor defensif dan mengabaikan data ekonomi yang kurang menggembirakan dari China.
Indeks S&P 500 naik 0,26% ke 4.479,71. Level ini berada dua kali lipat dari penutupan terendah pada pandemi 2020 Maret tahun lalu, yakni di posisi 2.237,40. Menurut analisis CNBC International, reli S&P ini merupakan pasar bull tercepat dalam menggandakan level terendah sejak Perang Dunia II.
Sementara, indeks Dow Jones naik 0,31% ke 35.625,40. Berbeda dengan lainnya, indeks saham yang sarat akan saham teknologi, Nasdaq Composite turun 0,20% ke level 14.793,76.
Sektor-sektor yang sensitif terhadap kondisi ekonomi, seperti saham energi, material, dan keuangan melemah. Hal ini terjadi setelah produksi pabrik China dan pertumbuhan penjualan ritel melambat tajam dan meleset dari ekspektasi pada Juli, lantaran wabah Covid-19 varian delta dan banjir mengganggu operasi bisnis.
Namun, sektor layanan kesehatan (.SPXHC) naik 1,1%, menjadi sektor S&P 500 dengan kinerja terbaik. Kemudian, sektor utilitas (SPLRCU) dan kebutuhan pokok konsumen (SPLRCS), yang juga secara umum dianggap sebagai sektor defensif, turut mendorong mendorong kenaikan indeks.
Saham ritel pun beringsut lebih tinggi menjelang laporan pendapatan kuartalan dari perusahaan kelas kakap. Saham Home Depot dan Walmart masing-masing naik 1,1% dan 0,8%, menjelang laporan pendapatan pada Selasa waktu setempat. Seperti dua pesaingnya, saham Target dan Lowe juga terkerek naik menjelang laporan yang dijadwalkan Rabu waktu AS.
Berbeda, saham produsen mobil listrik besutan miliarder Elon Musk, Tesla turun 4,3%, setelah regulator keselamatan mobil AS mengatakan pihaknya telah membuka penyelidikan keamanan formal ke dalam sistem bantuan pengemudi Autopilot Tesla.
Ini seiring terjadinya serangkaian kecelakaan mobil Tesla yang melibatkan kendaraan darurat, seperti mobil polisi dan pemadam kebakaran.
“Hanya ada sejumlah besar likuiditas, sejumlah besar uang tunai di luar sana, baik di neraca perusahaan maupun di kantong investor swasta, dan karena itu setiap penurunan kecil yang ada, orang mencari barang murah dan mereka membeli dan membiarkannya mengapung,” kata Randy Frederick, wakil presiden perdagangan dan derivatif untuk Charles Schwab di Austin, Texas, kepada Reuters.
Mulai pulihnya ekonomi AS, termasuk musim pendapatan perusahaan kuartal kedua yang menggembirakan bersama dengan kebijakan moneter yang akomodatif, telah mendukung sentimen positif untuk pasar saham.
“Suasana keseluruhan tetap mendukung aset berisiko, jadi ada semacam tarikan gravitasi ke atas untuk saham,” kata Kristina Hooper, kepala strategi pasar global di Invesco.
Saat ini, investor mencari tanda-tanda terkait kapan bank sentral AS alias Federal Reserve (the Fed) akan mulai mengendalikan kebijakan moneter longgarnya, melalui risalah dalam rapat the Fed yang akan dirilis pada Rabu waktu AS.
Selain itu, lonjakan kasus Covid-19 dan dampaknya terhadap ekonomi membuat pasar tetap waspada. Investor juga bakal mengamati laporan pendapatan dari emiten ritel raksasa yang akan dirilis akhir pekan ini.
Tidak ketinggalan, investor saat ini masih mencerna berita dari Afghanistan, di mana ribuan warga sipil yang putus asa berusaha melarikan diri dari negara itu dan memadati bandara Kabul setelah Taliban berhasil merebut ibu kota.
Sebelumnya, data menunjukkan pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu China melambat lebih dari yang diprediksi sebelumnya. Penjualan ritel China meningkat sebesar 8,5% pada Juli secara tahunan. Angka ini berada di bawah perkiraan 11,5% dari ekonom yang disurvei oleh Reuters.
Sementara, penjualan online China naik hanya sebesar 4,4% untuk bulan ini. Di sektor manufaktur dalam negeri, produksi industri meningkat 6,4%, di bawah perkiraan konsensus 7,8%.
Biro Statistik Nasional China juga mencatat dampak dari COVID dan banjir domestik, dengan mengatakan “pemulihan ekonomi negara itu masih tidak stabil dan tidak merata.”
“Perlambatan yang didorong varian delta mencengkeram China,” kata Jim Cramer dari CNBC Internasional dalam sebuah tweet. “Belum yakin dampaknya di sini.”
TIM RISET CNBC UNDONESIA
[]
(adf/adf)
Demikian berita mengenai Data Ekonomi China ‘Gak Laku’, S&P 500 & Dow Jones Melesat, ikuti terus update berita dari kami
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20210817060506-17-268971/data-ekonomi-china-gak-laku-sp-500-dow-jones-melesat
Beritamu.co.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pertemuan bilateral dengan Financial Supervisory Service (FSS)…
Beritamu.co.id – Sinar Mas Land melalui Digital Hub dan Living Lab Ventures (LLV) sukses…
Beritamu.co.id – Harga Bitcoin terus melambung melewati level USD 93,000, dengan kapitalisasi pasar menembus…
Beritamu.co.id - PT Digital Mediatama Maxima Tbk (IDX: DMMX) dengan bangga memperkenalkan solusi ritel…
Beritamu.co.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, hingga posisi September 2024, penyaluran kredit UMKM…
Beritamu.co.id – Hingga Jumat (15/11/2024) sejumlah bandara dan penerbangan di sekitar wilayah erupsi Gunung…